Senja sudah merambat ke ufuk barat, malam akan mengambil tempatnya dari siang, tetapi suasana semakin panas, deru derap langkah sepatu aparat seakan menjadi dirigen ketukan jantungku
Diharapkan kepada semua mahasiswa segera membubarkan diri, ini peringatan terakhir dari kami. waktu untuk aksi sudah habis
Suara dari megaphone terdengar keras, dari dalam pagar gedung DPR.
“Maju bang?”
“Maju ! NKRI sampai mati ! REFORMASI !” kataku pasti tanpa menoleh ke arahnya.
“Maju, rapatkan barisan kawan kawan.” Teriak suara dari toa yang dibawa orator dari pihak buruh,
“Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan” gema suara dari ribuan elemen massa yang ikut berkumpul di senayan.
Tiga langkah menuju revolusi kawan kawan. . . .
“Re.. vo.. lu.. si..” teriakan kami beriringan dengan langkah merangsak masuk ke depan gerbang gedung.”
“Buat simpul yang kencang” teriakku yang kutujukan kepada para mahasiswa satu almamater denganku.
Dengan sigap para kawan kawan merapatkan barisan dan bergandeng erat satu sama lain, menanti komando selanjutnya dari orator yang sedang melakukan orasi, meluapkan segala amarah atas keterpurukan negeri ini.
Tegang itu pasti, tapi Aku bersikap tenang, untuk meyakinkan para junior dan kawan yang lain, karena kuyakin apa yang kami perbuat itu benar, sesuai dengan hati nurani, tanpa iming iming materi.
Pikiranku menerawang jauh, tentang keadaan Putri yang tertahan di kampus, karena di depan kampus sudah di kelilingi sniper dan aparat dengan senjata lengkapnya.
“Kamu hati hati aksinya yah, aku menunggu di kampus’ di sertai kecupan kecil di bibirku, sedang Aku hanya memberikan senyum, memberikan kepastian, sedang Aku sendiri tidak yakin dengan kepastian itu.
Putri, dibawah tingkatku setaun, anaknya putih bersih, rambut panjang tergerai, di ikat, mirip kaum keturunan tionghoa, sekilas dilihat memang menarik, mirip Liu Yi Fei akan tetapi, sikap cerdas dan kritis dan idealisnya lah yang lebih menarik simpatikku.
Rasanya tidak akan percaya apabila melihatku berjalan bersama berdua dengannya, seorang aktifis kampus, yang lebih sering bermalam di sekretariat daripada rumah, dengan tampang lusuh, badan tegap kekar, yang lebih pantas disebut preman berjalan dengan gadis cantik anak seorang pengusaha di bidang elektronik.
Kurasakan kaitan simpul tangan yang melingkari di tangan kiriku bergetar, kulirik dia,
“Tenang, Ndre, semua pasti berakhir bahagia” kataku menenangkannya.
“Pasti bang! Tapi entah kapan, tidak ada yang tau”
“Berdoa saja, agar ini cepat berakhir,”
Andre tidak menjawab, kurasakan ada keraguan di dalam dirinya.
“Abang yakin, kalau ini tindakan yang benar?”
“Entahlah,”
“Kalau kita mati disini berarti kita masuk surga?”
“Itu hak veto Tuhan Ndre.”
buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota
bersatu padu rebut demokrasi
gegap gempita dalam satu suara
demi tugas suci yang mulia
hari-hari esok adalah milik kita
terciptanya masyarakat sejahtera
terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa Orba
marilah kawan, mari kita kabarkan
di tangan kita tergenggam arah bangsa
marilah kawan, mari kita nyanyikan
sebuah lagu tentang pembebesan
di bawah kuasa tirani
kususuri garis jalan ini
berjuta kali turun aksi
bagiku satu langkah pasti
Sayup sayup terdengar, lagu –yang entah apa judulnya- di nyanyikan hampir seluruh massa aksi. Kali ini bulu roma di tengkukku berdiri, menyadari berapa banyaknya massa yang ada di belakangku.bersatu padu rebut demokrasi
gegap gempita dalam satu suara
demi tugas suci yang mulia
hari-hari esok adalah milik kita
terciptanya masyarakat sejahtera
terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa Orba
marilah kawan, mari kita kabarkan
di tangan kita tergenggam arah bangsa
marilah kawan, mari kita nyanyikan
sebuah lagu tentang pembebesan
di bawah kuasa tirani
kususuri garis jalan ini
berjuta kali turun aksi
bagiku satu langkah pasti
Gelap sudah menyelimuti kami,
“Dooorr. . . dooorr . . .,” gas air mata ditembakkan ke belakang, jauh.
“Tahaaaan. . . tahaaaan barisaaaaaaan” teriakku kepada oorang orang yang kalang kabut menyelamatkan diri masing masing.
Tiba tiba dorongan yang kuat menghajarku dari belakang, seketika itu Aku langsung berbenturan dengan tameng tentara yang ada di depanku. “braaaaaaak”, Simpul tangan lepas, tak menunggu lama bambu dan pentungan melayang ke arahku. Kami bercerai berai kalang kabut dalam posisi itu.
Sempat kubalas perlakuan aparat itu, ku tendang tameng tameng yang ada di hadapanku, begitu melihat celah, Andre mendaratkan flying kick-nya. 2 orang aparat berseragam hijau loreng hitam rubuh, begitu juga dengan Andre yang jatuh tak jauh dari aparat tersebut. Aku menolong Andre yang jatuh, tapi sebelum sempat menolong Andre, sepatu PDL tentara sudah bersarang di dadanya, “Baaaangg..” teriaknya padaku, Aku beringsut menghindari kerumunan massa yang kalang kabut, kuraih tangannya, ku tarik, begitu sadar akan kedatanganku, tentara yang sibuk menghajar Andre, berbalik menghajarku, kusilangkan tangan kiriku di depan wajahku, kulemparkan tendangan serta pukulan secara membabi buta, sempat beberapa kali pukulanku telak ke wajah dan badan para tentara yang mengerubungiku, tapi tak jarang pukulanku hanya melayang kosong, sedang aku sadar sebentar lagi mungkin akan babak belur, atau bahkan mungkin tidak bisa pulang dengan selamat.
“Mundur baaaang” teriak Andre yang sudah beringsut mundur dengan tertatih.
Begitu kusadari Andre telah selamat, aku membalikkan badan dan berlari, ke belakang, menjauh dari para aparat yang sudah membabi buta dalam menggunakan kewenangannya.
Andre menyambutku, “ayo bang kita balik ke kampus.”
“Yang lain kemana?”
“Engga tau, kalo chaos tadi janji ketemunya di kampus”
“Yaudah ayo cepet,” ajakku sambil menyeka darah yang mengalir di pelipis kiriku.
Kami saling memapah meninggalkan gedung Senayan menuju arah blok M. Begitu kiranya suasana agak kondusif, Aku memberhentikan taksi yang lewat, awalnya sempat menolak mengantarkan kami ke kampus, takut. tapi setelah aku bujuk sebentar, akhirnya sopir taksi mau mengantarkan kami berdua ke kampus
Tapi begitu sampai kampus, aku terkejut dengan kaca kaca lobi yang sudah pecah, tempat sampah yang berserakan serta kursi kursi yang sudah terlempar kemana mana.
Kampus sudah dalam keadaan sepi, aku ke belakang ke arah sekretariat. Sepi ! Panik, gelisah, takut, khawatir menjadi satu, mencemaskan anak anak yang lain, terutama Putri.
Tiba tiba segerombolan tentara berbaret merah, datang dengan cepat di sertai jambakan rambut sebelum Aku sempat menghindar.
“Ini, di bawa ke belakang saja, masih ada yang nyisa” kata tentara itu kepada temannya.
Bahkan sebelum aku sempat membalas ucapannya, rambutku sudah di tariknya, bagai menggelandang seekor kerbau. Aku juga melihat Andre yang ditarik kerah bajunya oleh aparat lainnya.
Aku dibawanya menuju aula kampus yang terletak di belakang rektor, disana kira kira sudah terdapat sekitar 10 orang mahasiswa lainnya.
“Azmi. . .” Putri memanggilku. Aku beringsut hendak memeluk Putri, tetapi pukulan telak menghajar ulu hatiku.
“Heeeeeegghh. . .” Aku terjatuh, terhuyung huyung dan gelap. Aku pingsan.
*****
Aku sadar, tetapi belum berani membuka mata, susah untuk menggerakkan tangan, aku berdiri, tidak bisa. Baru kusadari tangan dan kaki ku terikat, mulutku di lakban, dan ditinggal di aula, bersama 2 orang gadis dan 6 orang aparat berseragam loreng dan berbaret merah.Para pria kekar tersebut mengelilingi 2 gadis tersebut, masing masing gadis di kelilingi 3 orang pria, yang setengah telanjang, terlihat hanya baju loreng yang masih dikenakan tentara tersebut. Sedangkan celananya sudah dipelorotkan ke bawah, Aku mengamati dengan cermat salah satu gadis tersebut, Putri !
Dengan dijambak ke belakang Putri berusaha menghisap kemaluan pria, dan mengocok dua kemaluan pria yang lainnya, air matanya meleleh membasahi pipinya.
“Nih cina enak juga isepannya ya?” ejek seorang pria yang kejantananyya di hisap oleh Putri.
Di susul tawa berderai dari rekan rekannya yang lain. ‘Maaf put, maaf !’ umpatku dalam hati. tak terasa air matAku membasahi pipiku, Aku tak tega melihat Putri yang disakiti, diperkosa.
“Plaaaak,” tamparan mendarat di pipi Putri ketika hisapannya terlepas dari kejantanan pria itu,
“Buka semua bajunya! ” perintah salah seorang dari pria tersebut.
“Jangan toloong. . . jangaaaaaan. . . ,” melas Putri.
Tapi teriakan Putri di anggap sebagai angin lalu oleh para keparat itu, salah seorang pria yang di kocok Putri, langsung merobek kemeja Putri, Putri sudah berusaha sekuat tenaga menahan nafsu para pria itu, tapi terlalu mudah bagi mereka untuk menelanjangi Putri, akhirnya Putri pun terlentang pasrah sambil menutupi sebagian tubuhnya yang sudah telanjang bulat.
Wajah cantik Putri memerah, menangis, sekaligus meringis menahan tamparan dan siksaan para aparat tersebut.
"Memeknya harum pak,” kata lelaki itu sambil menjilati vagina Putri. sedang prajurit yang lain mulai melumat payudara Putri, dan yang satunya mencoba memasukkan penisnya ke mulut Putri.
Putingnya dijepit dua jari lelaki itu dengan kuat, ditarik dan diguncang-guncangkan. "ayo mengerang, merintih.... nangis.... saya pengen denger perempuan cina menjerit," bentaknya.
Puting Putri terlihat memerah setelah dijepit dengan keras oleh lelaki itu. Aku pasrah tak sanggup berbuat apa apa melihat tubuh Putri di kerubut para tentara tersebut, mulut Putri dipaksa mengulum penis, payudara Putri yang sedang dijamah, sedang vagina Putri habis di jilati oleh prajurit yang terakhir.
Tanpa ba bi bu, lelaki di depannya langsung menusukkan telunjuk ke liang vagina Putri. Karuan saja Putri melotot. Tubuhnya mengejang. Telunjuk yang gemuk itu lumayan menyakiti vaginanya yang kering. Tubuh Putri bergetar merasakan kedua putingnya diserang. Itu berakibat pada keluarnya cairan di vaginanya. Telunjuk prajurit tadi di dalam vagina Putri mulai merasakan keluarnya cairan. Dijelajahinya terus setiap inchi bagian dalam vagina pacarku itu. Putri memejamkan matanya. Nafasnya mulai memburu oleh rangsangan yang tak bisa ditolaknya. Sekali ia memekik dan matanya melotot saat lelaki yang sedang mempermainkan vaginanya menyusul memasukkan jari tengahnya. Dengan dua jari, digaruknya bagian dalam dinding depan vaginanya. Sementara lelaki yang sedang menetek padanya merasakan putingnya makin mengeras.
Sedangkan komandan nya yang sedari tadi memasukkan penis ke mulut Putri beringsut mundur, ke bawah mulai menjamah tubuh lain Putri, Putri tak berkutik karena kaki dan tanngannya di cengkeram kuat oleh 3 prajurit kekar.
Secara perlahan komandan tersebut menjelajahi tubuh Putri semakin ke bawah, tiap inchi tubuh Putri dinikmatinya secara nikmat, prjurit yang menjilat vagina Putri beringsut mundur, melihat komandannya mulai mengarahkan bibirnya ke arah vagina Putri. Dan “ssssrrrrppppp,” komandan itu sudah mencium vagina Putri.
“Kayaknya masih rapet nih,” kata kata dari komandan tersebut hanya di tanggapi dengan senyuman para prajuritnya.
“Biar saya dulu yang mencobanya ya,” sambung komandan tersebut.
“Jangaaaaaaaaannnnnn,” teriak Putri sambil meronta ronta, tapi percuma, kedua tangannya di pegang oleh kedua anak buah komandan itu, sedang kakinya ditindih oleh paha gempal komandan.
Aku bergidik ngeri saat penis kekar komandan tersebut menempel di bibir vagina Putri, sedikit menekan ke dalam, Putri berteriak “Aaaaaaahhhhh. . . . .” dan “Plaaaaaaaakkkkk ” tamparan bersarang di pipi Putri.
Sang komandan hanya tersenyum melihat cara anak buahnya membungkam Putri. dan dia meneruskan ‘pekerjaanya’ yang tertunda.
Putri hanya bisa terisak tangis, meratapi nasibnya, sementara kedua prajurit itu sibuk meremasi dan memelintir puting Putri, sedang yang satunya menciumi leher dan pipi Putri.
Putri membuang wajahnya ketika ingin di cium prajurit tersebut, tanda penolakan, tapi bukan tentara namanya jika pantang menyerah, tentara tersebut terus memaksa Putri agar mau membuka mulutnya dan berciuman dengannya.
“Bleeeesssshhhh” diiringi dengan jeritan “Aaaaaaaaahhhhhhhhhh, saaaaakkkiiiittttttt, aaaahhh”
Setitik airmata kulihat di sudut mata Putri, dia menangis, menahan sakit , menahan malu, dan menahan kepedihan serta kegetiran nasib yang menimpanya.
Aku pun hanya menangis, melihat ini semua terjadi pada Putri, gadis yang teramat aku cintai, gadis yang menemani hari hariku, gadis idealis yang rela berpanas panasan demi mendukung niatku untuk menggalakkan reformasi. ‘Puttrrrriiiii. . . . ’ teriakku dalam hati.
Perlahan komandan tersebut mulai memompa penisnya maju mundur di dalam vagina Putri, Putri berusaha beringsut menjauh dengan sekuat tenaga, tapi apa daya tangannya sudah lemah, membiru, terlalu letih, terlalu sakit di cengkeram oleh anak buah komandan tersebut. Putri menangis sejadi jadinya, entah berapa kali tamparan dia rasakan dari tangan tangan tak bermoral.
”Uuuhhhhhhhh, memekmu sempit ciiiiikkkkkk, ennaaaaaaaakkkk gaaaaa ?” pertanyaan yang hina dari komandan, sambil memejamkan mata, keenakan.
“Huks. . huks. . huks. . ,” Putri menangis menerima hinaan kasar dari komandan.
“Remes susunya, Aku mau nyium dia,” kata seorang prajurit kepada temannya.
“Uhhhhh, ssshhhhhhhhh,”
“Ccrrrppppppppp crrrrrpppppppp” lumatan mulut prajurit pada payudara Putri seperti bhayi yang sudah lama tidak menyusui ibunya.
Aku memenjamkan mata, tidak tega melihat ini semua, antara nafsu dan malu. Nafsu karena baru sekali ini aku melihat tubuh seorang wanita yang aku cintai, di gagahi oleh orang orang berbadan kekar yang haus akan kepuasan, dan malu karena aku sebagai lelaki tidak mampu mempertahankan harga diri wanita yang aku sayangi.
Sodokan remasan lumatan disertai dengan hinaan dan cacian di terima Putri.
Posisi seperti ini berlangsusng sekitar 15 menit sebelum akhirnya sang komandan mengeluarkan erangan eranngan disertai dengan sodokan sodokan kencang ke vagina Putri. “Aaaaaaaahhhh aaaaaaahhhh aaaaaaahhhh. . . . ”. Putri ingin berteriak tapi bibirnya masih disumpal dengan bibir prajurit.
Penis sang komandanpun terlepas, menyusut, disertai lelehan sperma yang keluar dari bibir merah vagina Putri. sperma komandan lumer bercampur dengan darah dari dalam vagina Putri, darah keperawanan Putri sudah direbut oleh manusia laknat ini. ‘anjiiiiingggggg. . . .’
Setelah itu, komandanpun beringsut menjauh meninggalkan Putri dan 2 orang anak buahnya.
“Sekarang gantian bro ya,” kata prajurit yang meremas payudara Putri kepada temannya.
“Oke kamu duluan aja,” kata prajurit satunya.
Putri yang sudah lemah pasrah ketika tubuh terlentangnya, di tengkurapkan, lalu pantatnya sedikit dibuat menungging. Satu orang prajurit berada di belakang Putri, sedangkan yang satunya tepat di depan wajah Putri yang sedang menungging.
Prajurit yang di belakang Putri kemudian mengorek ngorek vagina Putri, berusaha mengeluarkan sisa sisa sperma komandannya yang masih tertinggal, Putri melenguh serta menggeleng gelengkan kepalanya, berusaha menjauh dari tubuh prajurit tersebut, akan tetapi prajurit yang satu yang berada di depan Putri, menjambak Putri yang sedang merangkak, berusaha mengakhiri penderitaan ini, “Kamu diam saja, nurut !” kata prajurit itu tepat di hadapan wajah Putri yang sudah sembab bercucuran air mata.
Putri menahan air matanya agar terlihat kuat, sedang prajurit yang satu terus mengobel vaginannya dengan kasar, lama lama sodokan jari prajurit seakan beritme, berirama. Seakan bertambah cepat.
Prajurit yang lain yang berada di depan Putri, berusaha memasukkan penisnya ke mulut Putri, Putri yang masih menolak, karena sodokan jari yang kuat, Putri, menjerit, membuka mulutnya, menahan teriakan. Dan kesempatan itu tidak disia siakan oleh prajurit bangsat untuk memasukkkan penis tersebut ke dalam mulut Putri.
Dan “Eeeehhhhh,” Putri ingin memuntahkan penis tersebut, tetapi jambakan terhadap rambut Putri yang kasar memaksa Putri membuka mulutnya. Dan sodokan demi sodokan penis itu dengan pasrah Putri terima.
“Iyaaaaa, ennnaaaaaaakkkk ciiiikkkkk, dari tadi kek seperti ini, kalo nurut kan enak,” kata prajurit yang sedang menikmati sepongan mulut Putri.
Setelah beberapa lama, Putri mulai bisa beradaptasi dengan penis di mulutnya. Kulihat penis itu keluar dan tenggelam di mulut Putri, sedangkan prajurit yang lain tengah asyik merojok lubang vagina Putri, Putri memejamkan mata, tidak tega merasakan apa yang tengah dialaminya.
Putri semakin menunggingkan tubuhnya ketika rojokan yang diterima vaginanya semakin keras, pinggulnya semakin diangkat keatas.
Dan “Aaaaahhhhhhhsssssss. . . . .” tiba tiba kaki Putri lemas, lututnya terjatuh ke lantai aula. Sambil tersengal sengal dia melepaskan kulumannya terhadap penis prajurit tersebut. Putri terjatuh tertelungkup.
“Hahaha, wuih udah enak cik? Tadi nangis nangis kok sekarang lemes sih? Keluar yaaaa?” sindir prajurit yang merojok lubang vagina Putri, ditimpali tawa oloeh rekannya.
“Gantian dong, kita yang dibikin enak,” tambahnya.
Prajurit tersebut memegang kedua kaki Putri, kemudian dikangkangnya, lalu prajurit tersebut memposisikan dirinya di tengah kaki Putri, di letakannya penis tersebut di tengah vagina Putri, di gesek gesekannya sebentar, dan “Bllllleeeeessssshh” terlalu mudah karena Putri sudah tidak meronta ronta dan vagina Putri terlalu basah setelah mengalami orgasme.
“Eeeegggghhhhhhh,” hanya kata kata itu yang keluar dari bibir Putri sebelum prajurit yang satu kembali menyumpalkan penisnya.
Kedua lelaki tersebut memaju mundurkan penis mereka masing masing, berlomba lomba untuk meraih kenikmatan masing masing, memperkosa vagina dan mulut Putri.
Putri hanya pasrah melayani kebiadaban para prajurit tersebut, dia hanya mengangkang dan membiarkan mulutnya diperkosa, berharap agar para prajurit tersebut lekas orgasme dan berpikir semuanya akan cepat berakhir.
“Plaaaaaaakkkk” tamparan keras mendarat di pantat Putri, “Goyaaaanggg dong cik, masa diem aja”, Putri lalu menungging dan sedikit menggoyangkan pantatnya. “Iyaaaaaaaa, giniiiii baru eennnnaaaaahhkkk ciiiiiikkkkk, ssssshhhhhh”
Lalu prajurit yang sedari tadi disepong Putri menjambak rambutnya semakin keras “Iseeep yang beneeerrr” kata prajurit tersebut.
Putri mengerahkan sisa sisa tenaganya untuk melayani nafsu para lelaki tersebut. semakin lama goyangan kedua prajurit tersebut bergoyang semakin kencang dan tak beraturan, dan “aaaaaakhhhhhhhh, ssssshhhh” , “yaaaaaa ciiiiikkkkkkk, iseppppp semuaaaaa” kedua prajurit tersebut hampir bersamaan mengeluarkan spermanya di vagina dan mulut Putri, sebagian tercecer ke lantai dan wajah Putri.
Putri terpejam, tapi di wajahnya tergurat kesedihan, linangan airmata membasahi pipinya, sangat kontras dengan sperma yang meleleh dari sudut bibirnya.
Setelah itu, para prajurit yang berada di aula memperoleh kenikmatan masing masing mereka kembali mengenakan pakaian mereka, dan meninggalkan 2 orang wanita telanjang yang telah lemas terkapar mengalami penyiksaan yang keji.
Setelah para pria tersebut meninggalkan kami, kulihat Putri dengan matanya yang nanar menatapku, sayu. Dia merangkak ke arahku lalu melepas lakban yang menembel di bibirku.
“Maaf, “ kata pertama yang di ucapkannya setelah kejadian itu. Lalu dia menghambur memelukku dengan tubuh yang masih telanjang, menangis sesenggukan di dadAku.
“Aku juga minta maaf, Aku ga bisa ngejagain kamu. ” jawabku sambil menitikkan airmata. Dia beringsut kebelakangku, mencoba membuka tali yang mengikat tangan serta kakiku.
“Aku udah kotor sayaaaang. Huks, Aku udah enggak pantes lagi sama kamu huks. . huks. .”
“Engga apa apa sayang, Aku masih mau kok, buat ngejaga kamu” Aku mencoba menenangkan dia.
“Yang sudah ya sudah kita ngejalanin aja masa depan” tambahku
*****
“Sayang, kamu kapan mau ngelamar aku?”“Sebulan lagi, kan udah pernah di omongin, lupa ih”
“Haha, abisnya aku udah ga sabar sih, pengen buru buru jadi istri Azmi Zaenal“
“Haha, sabar sayang , sabaaaaaaar. Pasti aku ngelamar kamu kok.”
“Yakin?”
“Haqul yaqiiin”
“Serius?”
“Sumpah !”
“Engga boong?”
“Iyaaaaaaaa Putriii. . . . .”
“Eh, tapi kamu kenapa masih mau menerima aku setelah kejadian itu ?”
Karena aku lebih mencintai kesetiaan daripada keperawanan.
0 komentar:
Posting Komentar