Jumat, 12 Agustus 2016

MY DIARY 058 - Maafkan Mama Sayang


Namaku Viany, aku seorang manager di sebuah bank swasta. Hidupku sudah terjamin, dengan penghasilan yang cukup besar bagiku, dan rumah mewah serta sebuah mobil mewah. Namun sedikit ku rasakan kosong ketika hubunganku dengan suamiku kurang harmonis. Aku sudah menurutinya, kemanapun ia berdinas, aku selalu mengikutinya dengan meminta mutasi dari kantorku. Kini semua berubah, suamiku telah pergi, ia memintaku bertahan di kota ini, entah ia berdinas ke mana namun sampai hari ini aku tidak mendapatkan kabarnya.
Aku harus mandiri, berusaha menjadi single parent bagi anak perempuanku, Veronica, yang kini sudah memasuki bangku SMP. Ia tumbuh ceria walaupun tanpa ayahnya, wajahnya cantik seperti halnya diriku. Setiap pagi aku mengantarnya ke sekolah karena satu jalur dengan tempatku bekerja. Namun pulang kadang-kadang aku tidak menjemputnya karena kesibukanku, sehingga biasanya Veronica harus pulang naik bus atau diantar temannya.
***
"Mama mungkin lembur, sayang naik bus saja ya", pesanku ketika menurunkannya di depan gerbang sekolah. "Vero ikut teman saja ma", jawab anak perempuanku. "Oh ya, siapa dah namanya?", aku lupa nama lelaki itu, seorang teman satu sekolahnya yang belakangan ini dekat dengan Veronica. "Bryan ma", jawabnya. "Oh iya... Mama lupa", jawabku. Bryan kelihatan seperti anak yang baik, wajahnya ganteng, penampilannya menarik seperti orang kaya, dari cara bicaranya pun Bryan menunjukkan seperti orang yang sopan dan pintar. Aku tidak perlu terlalu khawatir jika dia dekat dengan anakku.
***
Seperti biasa, kehidupan yang monoton, aku bekerja hingga sore tiba, beberapa pekerjaan masih harus aku selesaikan sehingga terpaksa aku harus berlembur lagi. Karyawan sudah tidak ramai lagi, beberapa sudah meninggalkan meja dan ruangan mereka, aku berusaha mempercepat pekerjaanku agar segera beres dan aku bisa pulang ke rumah.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi, aku segera mengangkatnya. "Maaf, ini ibunya Veronica?", terdengar suara lembut seorang perempuan. "Iya, ada apa ya?", tanyaku. "Saya dari pihak rumah sakit ingin memberitahukan bahwa anak anda sedang sekarat di sini", katanya. Mendengar itu aku langsung shock seperti disambar petir. Tanpa banyak ngomong, aku cuma minta nama rumah sakit itu lalu menutup telepon. Pekerjaan segera ku tinggal, aku langsung memacu mobil sedan ku menuju rumah sakit itu. Selama perjalanan aku berdoa agar Veronica baik-baik saja.
***
"Siapa yang melakukannya?!!!", teriakku ketika melihat Veronica terbaring di ruangan rumah sakit. Kondisinya sedikit memprihatinkan, wajahnya sedikit lebam seperti karena dipukuli. Seorang polisi berjaga di sana dan menceritakannya, Veronica ditemukan pingsan di gedung kosong dengan keadaan telanjang bulat. Setelah visum dilakukan, Veronica positif karena diperkosa. "Tidak, ini tidak mungkin...", aku tidak bisa menerimanya, seharusnya Veronica sudah pulang ke rumah. Aku curiga dengan Bryan, kata Veronica dia akan diantar pulang oleh Bryan.
***
Veronica harus terkapar selama 2 hari, ia sama sekali tidak sadarkan diri selama itu, hingga hari ini ia masih trauma, sedikit stress sehingga aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi. Hingga seminggu berlalu, laporan pemerkosaan yang telah diproses polisi kini dikembangkan, Bryan menjadi tersangka utama. Veronica bercerita bahwa Bryan tidak memboncengnya pulang, namun malah membawanya ke sebuah gedung kosong yang mana teman-temannya sudah menunggu di sana.
***
Aku sangat kecewa karena sidang telah dilaksanakan, dan Bryan beserta kawan-kawannya dinyatakan tidak bersalah. Bukti yang kami kumpulkan masih kurang, dan pengadilan membebaskan para penjahat itu. Aku sangat terpukul, pernyataan Veronica menceritakan kejadiannya tidak menjadi cukup bukti.
***
Sebulan berlalu, Veronica masih sedikit trauma, ia takut untuk masuk sekolah, aku membiarkannya untuk tidak bersekolah, ia hanya mau menyendiri di kamar sendiri. Aku seperti biasa bekerja hingga larut malam, pulang dan menemui Veronica, coba untuk menabahkan dirinya, namun sama seperti sebelumnya, Veronica masih sulit untuk tersenyum. Masa depannya telah hancur dalam sekejab saja.
***
"Pagi ma", tiba-tiba aku mendengar sapaan Veronica ketika menyiapkan sarapan. "Loh sayang, tumben bangun awal?", tanyaku kebingungan setelah melihat Veronica yang sudah sedikit ceria. "Vero mau ke sekolah ma", jawab Veronica yang sudah mengenakan seragam sekolahnya. Syukurlah Veronica sudah bisa kembali ceria, aku segera memberinya sarapan. Kami makan bersama, lalu seperti biasa aku kembali mengantarnya ke sekolah.
***
Kesialan sepertinya tidak pernah pergi dariku. Usai pulang dari kantor, aku mendapati Veronica sedang terkapar di lantai kamarnya. Dengan tangan yang bersimbah darah. Veronica sepertinya masih trauma, ini adalah upaya bunuh diri yang dilakukannya dengan cara memotong urat nadi. Aku ketakutan, sambil menangis aku pun segera membawa Veronica ke rumah sakit. "Sayang... Jangan tinggalkan mama...", aku terus memanggilnya hingga Vero dibawa ke ruangan IGD.
Aku ketakutan dan terus berdoa, semoga Veronica bisa selamat. Dalam pikiranku hanya tergambar wajah Veronica yang tersenyum manis, namun sedikit dendam terhadap pelaku yang membuat Veronica trauma. Sempat ku bawa handphone Veronica, dan ku cek semuanya, ku dapatkan beberapa sms yang menakutkan.
Ada satu nomor yang selalu mengancamnya, tertulis di sana, "AKAN KU SEBARKAN VIDEO ITU KALAU KAMU TIDAK KE SINI", aku menutup mulutku karena kaget mendapatkan video yang dikirimkan dari nomor itu. Video yang ternyata merupakan awal memalangan Veronica.
***
"Hahaha, tiba juga...", terdengar suara seorang pria yang sedang mengambil video. Mereka merekam datangnya Bryan yang menggunakan motor gede membonceng Veronica. "Kita mau ngapain di sini?", tanya Veronica yang masih mengenakan seragam SMPnya. "Sini Bryan, lu rekam aja!!!", perintah seorang yang memegangi handycam. Bryan mulai menyoroti sekitar, ada dua orang teman Bryan yang sedang menunggu.
Seperti cerita Veronica, ia diperkosa oleh tiga orang, Bryan dan dua temannya yang bernama Boncel dan Wowok.
"Bryan, apa-apaan ini?!", teriak Veronica merasa ketakutan ketika dua teman Bryan yang lebih tua dari mereka mendekatinya. Bryan terus merekam aksi itu. Wowok dan Boncel langsung menyergap Veronica, mereka melucuti seragam SMP Veronica secara bringas. "Bryan, tolong saya!!!!", teriak Veronica menangis minta tolong.
"Wah, harum banget, sepertinya orang kaya nih", kata Boncel yang berhasil mendapatkan seragamnya, ia terus menciumi baju Veronica. Wowok menarik rok Veronica hingga lepas. Mereka berdua bertubuh lebih besar sehingga Veronica tidak berkutik. Sambil menangis ia hanya bisa pasrah ditelanjangi dua pria itu.
Wowok memegangi Veronica yang sudah bugil. "Wah tetek nya kecil bro!", kata Boncel yang memandangi tubuh Veronica sambil mengeluarkan penisnya dari celah resleting celana jeansnya. "Jembutnya dikit banget, hahahaha", tertawa Boncel mendekati Veronica. Wowok memaksa Veronica berlutut di depan Boncel sehingga wajahnya mengenai penis Boncel.
"Anak cantik... Sepongin abang dong...", kata Boncel mengarahkan penisnya ke mulut Veronica. "Janngannnnnnn!!!!", teriak Veronica melawan. "Tenang, nanti kita ajarin kok", kata Wowok yang memegangi Veronica. Boncel tak sabar lagi, ia menekankan penisnya ke mulut Veronica sambil mencekik pipinya agar terbuka.
Veronica menangis, ia terpaksa membiarkan penis besar itu masuk ke mulut mungilnya. Wowok membantu dengan memaju mundurkan kepala Veronica. "Wew, sedapnya dihisap anak SMP", kata Boncel. "Gue juga pengen", kata Wowok kemudian melepas dekapan, ia juga lalu mengeluarkan penisnya. "Awas lu kalau melawan, gue bunuh", ancam Wowok kemudian juga mengarahkan penis ke wajah Veronica.
Video terus direkam, Veronica dengan wajah pucat sambil menangis mengulum penis besar milik Boncel dan Wowok secara bergantian.
Puas disepong, Wowok dan Boncel kemudian mendorong Veronica hingga terbaring di lantai. Bryan mengambil video dari ujung rambut hingga ke ujung kaki Veronica. Wajahnya cantik, pipinya merah, mulutnya mungil, namun matanya sudah sayup-sayup karena menangis, dan rambut panjangnya pun mulai beracak-acakan. Kulit tubuhnya putih, video terus menyoroti susunya yang kecil, putih mulus, dengan puting yang masih kecil dan berwarna merah muda. Video diarahkan ke selangkangan, terlihat jembut Veronica yang masih jarang.
Wowok dan Boncel membantu membuka paha Veronica sehingga Bryan bisa dengan mudah mengambil video. Ia terus menyoroti vagina Veronica yang masih kecil itu. Wowok membantu dengan membuka lebih lebar vagina Veronica hingga terlihat warna merah di dalamnya. "Wah, indah...", kata Bryan yang mengambil gambar vagina Veronica.
Veronica terus menangis, Wowok mulai menindihnya, sedangkan Boncel menangkap tangan Veronica agar tidak terus meronta. Wowok berusaha memasukkan penisnya ke vagina Veronica. "Susah bro, benar-benar sempit", kata Wowok terus berusaha. "Hiks hiks hiks", Veronica terus menangis tanpa perlawanan, tubuh mungilnya bukan tandingan.
"Arggghhhhhh....", teriak Veronica kesakitan ketika Wowok berhasil menusukkan penisnya. "Sakiiitttt.....", Veronica merintih kesakitan. Wowok sangat nafsu menyetubuhi Veronica, terlihat ia sangat geram ketika ia menggigit bibir Veronica ketika menciumnya. Bahkan susu kecil Veronica pun tak luput dari gigitannya.
"Asyik banget nih bro, ah ah...", desah Wowok merasakan kenikmatan menyetubuhu Veronica. Bryan terus merekam, dari segala sudut ia terus mengambil video. Sedangkan Boncel sudah sangat tidak sabar menunggu antrian, ia memegangi tangan mungil Veronica dan mengarahkan tangannya ke penis sendiri.
"Ah ah ah...", desah Wowok mempercepat irama genjotannya. Veronica masih terus menangis, ia hanya bisa pasrah membiarkan lelaki bejat itu mempermainkan tubuhnya. Wowok mengejang dan berhasil berejakulasi, "Ahhh.... Syiiikkkkk....", Wowok kemudian menarik penisnya keluar dari vagina Veronica.
Boncel tidak mau menunggu, ia langsung mengambil posisi Wowok walaupun vagina Veronica masih dibanjiri sperma Wowok dan sedikit cairan merah seperti darah. Dengan segera ia pun langsung menancapkan penisnya ke vagina Veronica. "Argh!!!!", teriak Veronica tersentak karena sakit yang diterimanya. Boncel mulai menggenjotnya, sama halnya dengan Wowok, Boncel pun sesekali menciumi bibir dan susu Veronica. "Bener kata lu bro, sempit banget nih", kata Boncel.
Beberapa menit Boncel menggenjoti tubuh Veronica hingga ia juga mengejang kenikmatan. "Gantian lu Bryan!!!", teriak Wowok meminta Bryan menggantikan Boncel yang sudah berhasil menggagahi Veronica. Lalu rekaman pun dimatikan.
***
Aku menangis melihat video itu, antara sedih dan marah, aku terus tak bisa berdiam diri, tubuhku gemetaran. Sungguh bangsat orang-orang itu terhadap anak sekecil Veronica. Aku segera memasukkan handphone Veronica ke saku ku, ini adalah bukti, aku harus segera menyerahkannya kepada pihak kepolisian.
Aku menuju pintu kamar IGD, "Sayang, lekas sembuh, mama akan perjuangkan kebenaran", lalu aku dengan terpaksa meninggalkan rumah sakit. Pikirku secepat mungkin aku bisa menyerahkan bukti, secepat mungkin pula para penjahat itu bisa diamankan.
***
Dalam perjalanan, aku berubah pikiran. Apakah polisi bisa membantu? Sedangkan persidangan terdahulu, hukum malah membebaskan mereka. Aku coba cara lain, aku coba melihat kembali sms di handphone Veronica, di sana ia diancam untuk bertemu, ya ada alamat di sana, sepertinya para pelaku ingin bertemu lagi dengan Veronica.
Aku banting stir dan segera menuju ke arah alamat itu. Tidak sabar aku ingin memberi pelajaran kepada pelaku itu.
Yang kutemukan dari alamat itu hanya sebuah rumah kecil, mungkin rumah kontrakan para pelaku. Ku intip ke dalam melalui jendela, dan ada seseorang di dalam sana sedang asyik bermain laptop. Aku ketok pintu, dan orang itu mulai bangkit dan membukakan pintu.
"Cari siapa?", tanya pria itu yang aku kenal dari dalam video. "Wowok...", jawabku. "Ya gue sendiri, ada apa ya?", tanyanya lanjut. "Saya ingin berbicara sebentar", kataku lalu ia mengijinkanku masuk tanpa curiga. Di belakang pintu kutemukan ada tongkat baseball, Wowok yang berada di depanku memandu jalan menuju ruang tengah langsung saja ku pukul dengan tongkat baseball itu.
"Woi, apa-apaan ini?!", teriak Wowok kaget memegangi pundaknya yang sakit karena pukulanku. Ia melawan dan mencoba merebut tongkat baseball denganku. Kami terlibat baku hantam, ia seorang pria, ia cukup kuat, aku bukan tandingannya hingga ia berhasil merebut tongkat baseballku.
"Lu kira gue ga kenal lu?", kata Wowok. "Gue lagi asyik nonton video anak lu di kamar malah lu gangguin", katanya yang membuatku marah. Aku meneruskan perlawanan, aku coba merebut kembali tongkat baseball itu hingga kami terlibat aksi dorong-dorongan. Wowok berhasil ku dorong jatuh hingga kepalanya terhantuk ke dinding, ia terkapar dan tak sadarkan diri. Aku segera menuju ke kamar Wowok, katanya ia menonton video anakku, aku harus menghapusnya, tidak boleh sampai video itu tersebar, Veronica akan lebih sakit mendapatkan videony terunggah bebas di dunia maya.
Ku segera berlari hingga ke kamar Wowok, ku memang menemukan laptop yang sedang menyala, ku lihat ternyata benar, itu video yang sama dengan yang aku lihat di handphone Veronica. Ku tutup video itu dan segera ku hapus, namun apa yang aku temukan lagi selain video ini? Dalam satu folder masih ada satu video yang membuatku curiga, aku coba membukanya, sesuatu yang membuatku semakin terpukul. Ada video lain lagi, dan video ini lebih baru, aku yakin ini video yang diambil di hari yang sama Veronica coba bunuh diri.
***
“Hahaha, akhirnya datang juga”, kata seorang pria yang sedang mengambil video sambil buka pintu. Di balik pintu itu muncul seorang sosok gadis kecil yang masih berseragam sekolah. “Dasar cewek sangek, lu pilih bolos ya buat ngentot?”, tanya pria itu dan mempersilahkan gadis kecil yang diketahui bernama Veronica itu masuk.
“Saya mau akhiri semua ini, tolong jangan mengancam saya lagi dengan sms-sms gila mu itu...”, pinta Veronica. Sambil menyoroti wajah Veronica yang melotot, pria itu pun berkata, “Jadi lu mau apa?”. Veronica dengan muka yang sedikit marah, ia mengeluarkan sebuah pisau cutter, ia menodongkannya ke depan, tepat ke arah pria yang terus mengambil videonya. “Saya mau kamu mati!!!”, kata Veronica sedikit ketakutan dan tangan yang gemetaran.
“Hahahaha, apa kamu serius manis?”, olok pria itu. Veronica dengan dua tangannya menggenggam erat pisau cutter itu dan terus diarahkan ke arah pemegang video. Namun tiba-tiba di belakang Veronica muncul seorang sosok lagi, tepat di pintu masuk dan langsung menyergap Veronica. “Payah lu wok, gini aja ga bisa hentikan anak kecil”, kata pria itu menangkap Veronica dan memukul tangan Veronica hingga cutternya terjatuh. “Sorry bro, gue pengen main-main aja kok, hahahaha”, ketawa pria yang ternyata adalah Wowok.
Veronica didorong pria yang bernama Boncel itu hingga jatuh ke dekapan Wowok. Boncel kemudian menutup pintu sambil berkata, “Lanjut bro!” Mereka pun kemudian membawa Veronica yang meronta-ronta ke dalam kamar. “Lepasin saya! Please!!!”, teriak Veronica sambil menangis. “Diem lu atau kita bunuh!!!”, ancam Wowok yang mencengjram kuat tubuh Veronica.
Wowok melempar Veronica ke arah kasur tilam nya yang hanya beralas di lantai. Veronica nampak menangis tak berkutik, ia semakin trauma apalagi diancam akan dibunuh. Lalu Wowok menaruh handycam di meja sehingga mengarah ke kasur dan merekam Veronica dengan jelas. Boncel pun ikut masuk ke kamar sambil berkata, “Pelajaran di mulai, kita senang-senang sampai jam pulang sekolah, hahaha”.
Veronica mengangis ketakutan di atas kasur, ia terduduk sambil menutupi semua bagian tubuhnya dengan tas sekolahnya, ia takut perkosaan seperti lalu-lalu akan kembali terjadi. Boncel dan Wowok kemudian melepaskan baju mereka sambil menatap Veronica dengan wajah mesum mereka. “Hei lu kan pelajar, coba lu buka tas lu, trus baca belajar sendiri”, perintah Wowok yang sudah bugil. Veronica ketakutan dan tidak berani mendengarkan perintah Wowok. “HEI, LU TULI YA!!!”, bentak Wowok dengan keras. Veronica tersentak dan semakin ketakutan. Ia terus menangis sambil membuka tasnya, dengan sangat terpaksa ia pun mulai mengeluarkan buku pelajarannya.
“Sekarang lu belajar, tapi gue mau lu belajarnya sambil bugil ya”, kata Wowok. Veronica yang sudah tak mungkin melawanpun dengan snagat terpaksa menurutinya. Ia melepaskan seragam sekolahnya hingga ia bugil, nampak susunya yang masih kecil. Veronica mulai membuka sebuah buku pelajaran, lalu ia membuka halaman tiap halaman dan membacanya dengan sambil menangis. “Bagus, lu pelajar yang rajin belajar...”, ejek Wowok lalu disambung Boncel yang menatap Veronica sambil memeras penisnya itu, “Kayaknya bisa belajar sambil ngentot ya?”. Mereka berdua lalu tertawa terbahak-bahak mengejek Veronica yang terus membaca sambil menangis dengan keadaan bugil.
Sudah dua halaman dibaca oleh Veronica, akhirnya Wowok dan Boncel mulai bosan dengan apa yang Veronica baca. “Lu, hari ini ga ada pelajaran biologi ya?”, tanya Wowok. “Tid.. tidak ada bangg... Hiks..”, jawab Veronica. “Payah!!”, ketus Wowok kesal. “Kita kasih pelajaran tambahan saja bro... Hitung-hitung seperti ekstra kulikuler... Hahahaha...”, ide Boncel. Mereka lalu tertawa terbahak-bahak.
“Ekstranya entar tunggu jam terakhir saja bro... Kita minta dia ngajarin kita dulu, kita kan ga pandai sekolah... Hahahaha”, kata Wowok. Mereka lalu meminta Veronica berpura-pura berperan sebagai guru untuk mengajari mereka. “Guru kecil yang cabul, hahahaha...”, mereka mengolok-ngolok Veronica yang disuruh berdiri dan coba mengajarkan mereka apa isi buku pelajaran yang ia pegang. Tubuh mungil Veronica yang bugil bergemetaran, tubuh indahnya itu menjadi tontonan dua pria itu, kulit putih dan mulus dengan dihiasi susu ranum dan vagina dengan jembut jarang membuat dua pria itu semakin menikmati tontonan itu.
Beberapa menit kemudian mereka sudah tampak bosan dengan acara pelajaran itu, “Gue bosan bro, gurunya ga asyik ngajarnya...”, kata Boncel. Veronica terdiam, ia tidak melanjutkan bacaannya. “Yuk kita percepat pelajaran ekstranya”, kata Boncel. “Oke lah, kita suruh guru ajakan seksiologi”, kata Wowok lalu disambut tawa keras Boncel, “Hahahahahaha...”.
Mereka berdua berjalan ke arah Veronica dan bergabung di kasur itu, sambil melihat susu Veronica, mereka pun bertanya, “Ini namanya apa ya bu guru?”. Veronica ketakutan, ia coba sedikit menjauh dari dua pria itu. Sambil menangis ia menutupi ke dua susunya itu dnegan tangannya. “Bu guru ga mau ajari kita?”, tanya Wowok sambil melotot. “Sekali lagi, gue tanya ini apaan?!”, tanya Wowok sambil menekankan jarinya ke bagian susu Veronica yang tak tertutup rapat tangannya. “Ini... ini... Hiks... Ini namanya payudara... Hiks...”, Veronica menangis dan gemetaran.
“Kalau ini apa?”, tanya Boncel bergiliran, kali ini ia meraba ke vagina Veronica yang membuat Veronica kaget dan spontan merespon menutupi vaginanya itu. “Ini... ini vagina bang...”, jawab Veronica. “Loh, kok panggil bang?”, tanya Wowok. “Kita kan muridnya bu guru...”, sambungnya lalu tertawa lagi.
“Kalau reproduksi itu apa bu guru?”, tanya Boncel. “Reproduksi... itu...”, Veronica tidak berani menjawabnya. “Hahahaha, bu guru bego ya...”, ketawa Boncel mengolok-ngolok Veronica. “Reproduksi itu bahasa gaulnya sebut NGENTOT”, kata Boncel tegas ke wajah lugu Veronica hingga Veronica kaget dan semakin ketakutan. “Sekarang kami mau liat alat reproduksi wanita...”, kata Wowok lalu berjalan mendekati handycam.
Wowok kemudian mengarahkan handycam itu ke arah vagina Veronica. “Sekarang bu guru tunjukin dong...”, katanya sambil menyuruh Veronica membaringkan diri kasur sehingga mereka dengan mudah menyoroti alat reproduksi wanita tersebut. Veronica hanya bisa menangis dan membiarkan ke dua pria itu membuka selangkangannya hingga lubang vaginanya dapat tersorot dengan jelas. “Indah bro... Memeknya indah banget..”, ujar Boncel. Mereka berdua membuka lapisan vagina Veronica sehingga handycam mereka bisa menyorot lebih jelas isi yang berada di dalamnya.
Lalu mereka juga menyoroti wajah Veronica yang sedang menangis. Kasihan sekali, gadis kecil yang masih cukup lugu itu harus diperlakukan seperti itu. Wajahnya yang ayu kini nampak menyedihkan, matanya memerah akibat tangisan. Mereka juga menyoroti tubuh Veronica lainnya, terutama di bagian dada, mereka menyoroti putingnya, selain itu mereka mengambil adegan saat memainkan puting merah muda Veronica itu, diputar-putar mereka dengan jari, lalu ditarik-tarik. Susu yang putih mulus itu pun diremas-remas, mereka menyorotinya, serta mengulumnya dengan bibir mereka yang kasar, disedotnya dengan kuat hingga Veronica sedikit merintih.
Beberapa saat kemudian mereka mengembalikan handycam ke arah semula, di meja dengan arah tetap menyoroti Veronica. Dua pria itu kembali memeluk Veronica, “Sekarang kita praktek deh...”, kata Wowok yang langsung menindih Veronica. Boncel menangkap tangan Veronica agar ia tidak terus meronta-ronta. Badan kecilnya terasa kesakitan saat ditindih oleh Wowok, ia coba meminta belas kasihan, namun mereka tidak menghiraukannya. Wowok mulai menciumi bibir mungil Veronica, air liurnya membasahi bibirnya, Veronica merasa jijik, ia mencoba memalingkan wajahnya serta menutup erat mulutnya, namun Wowok memaksa dengan menahan wajahnya.
Wowok lalu membalikkan tubuh Veronica, langsung saja Wowok menusukan penisnya dari arah belakang. Boncel mengambil kesempatan, ia menarik kepala Veronica naik hingga ia bisa dengan mudah menodongkan penisnya ke bibir Veronica. “Ayo hisap!!”, perintah Boncel. Veronica pun mau tidak mau harus menuruti keinginan mereka. Wowok terus menusukkan penisnya hingga tubuh Veronica bergoyang-goyang, sedangkan Boncel mendapatkan sensasi nikmat disepong oleh Veronica, ia mecengkram erat rambut Veronica agar ia tidak melepaskan penis dari mulutnya.
“Besok kalau lu mau bolos, ke sini lagi ya...”, kata Boncel yang merasa nikmat dilayani Veronica. “Iya nih, enakan sama kita-kita, daripada entar video lu kita sebar, malah entar banyak orang lain yang minta jatah... Hahahaha”, sambung Wowok yang terus menggenjot Veronica. Air mata bercucuran, Veronica merasakan penderitaannya tidak akan pernah usai, sejak mengenal Bryan, ia harus mengalami hal buruk seperti ini, entah harus sampai kapan. Ia tak menyangka cowok yang dia kenal baik dan rupawan seperti Bryan itu bisa berteman dengan para preman bajingan seperti Wowok dan Boncel ini.
“Ahhhh....”, beberapa menit menggenjoti Veronica, akhirnya Wowok berejakulasi. “Nikmaaatttttt....”, desah Wowok. Sedangkan Boncel yang tadi disepong Veronica secepatnya meminta bagian, Wowok pun menyingkir, Veronica diterentangkan dan Boncel menusuk vaginanya dengan penis. “Gue ga mau semprot di mulut lu, enakan di memek...”, kata Boncel lalu memulai genjotannya. Veronica menangis sambil menutupi wajahnya. Wowok yang sudah berejakulasi kini mengambil handycam yang masih menyorot, lalu disorotnya lebih dekat adegan Boncel memperkosa Veronica. “Kalau dia macem-macem, video ini kayaknya bisa kita jual, mahal loh di pasaran...”, kata Wowok dengan nada mengancam.
Wowok juga menyoroti seragam Veronica yang berserakan di lantai, ia mengangkat bra milik Veronica dan disorotnya, “Hahaha, kecil banget cupnya”, ketawa Wowok. Lalu juga celana dalam nya, “Ini nih yang buat nutupi memeknya perek cilik”. Seragam sekolah pun disorot tepat di nama Veronica, “Biar kita ingat namanya... VERONICA..”, kata Wowok terus merekam. Tasnya pun tak luput dari sorotan, ditumpahkan semua isi-isinya, hanya buku-buku dan perlengkapan sekolah.
Sekarang giliran Boncel yang berejakulasi, Veronica coba mendorong-dorong tubuh Boncel dengan kedua tangannya, namun semuanya sia-sia. Boncel mendekap kuat dan membiarkan spermanya mengalir masuk ke dalam vagina Veronica. “Sungguh nikmat rasanya...”, kata Boncel yang mulai terlelah di atas Veronica yang menangis. “Hiks.. Hiks.. Hiks...”, tangisan Veronica.
“Masih lama nih jam pulang sekolah”, kata Wowok. “Lanjut belajar saja, jangan jadi anak malas!”, katanya. Lalu Wowok dan Boncel pun duduk di lantai sambil merokok. “Sayang si Bryan masih sekolah, ga bisa dia ikut acara kita nih...”, ujar Boncel. Veronica masih menangis, wajahnya kusut, rambutnya acak-acakan, bagian susunya nampak memerah akibat cupangan, namun ia harus kembali duduk karena dipaksa untuk belajar.
Mereka berdua menunggu kembalinya tenaga, karena jam pulang masih lama, mereka akan menunggu babak selanjutnya untuk memperkosa Veronica.
***
Aku tak mampu melihat video itu, hatiku semakin sakit, perlahan air mataku bercucuran melihat penderitaan Veronica. Kulihat video itu masih panjang, entah apa yang mereka lakukan lagi terhadap Veronica selanjutnya. Aku sudah tak mampu menontonnya, segera ku tutup, video ini harus ku musnahkan segera. Namun belum sempat saya berhasil menghapus file tersebut, tiba-tiba ‘BUK’ pukulan kuat menghantam belakangku hingga aku terjatuh. Ku lihat ternyata dua orang pria masuk ke kamar, mereka adalah Wowok dan Boncel. Senyum mereka sangat mengerikan, aku kesal sekali melihat wajah mereka. Aku harus menyalurkan dendamku, aku coba bangkit untuk melawan mereka.
Aku tak mampu melawan mereka, dua pria melawan satu wanita, aku kalah dan tersungkur, beberapa pukulan mengenai wajah dan perutku. “Dasar wanita jalang!!”, kata Wowok lalu menendangku yang masih tersungkur, tepat diperutku. Sakit sekali, rasanya ingin muntah, pandanganku pun berkunang-kunang. “Emak sama anak, sama saja, sama-sama keselin!”, katanya masih terus-terusan menendangku.
“Dia pengen ngentot kayak anaknya kali bro”, kata Boncel ke Wowok. Aku ketakutan mendengar mereka berkata seperti itu. Tubuhku sakit sekali, aku tak mampu berdiri. “Kelihatannya sih masih enak dikentot nih”, balas Wowok. “Dengar-dengar dia itu manager bank loh”, sambung Boncel. Mendengar itu Wowok lalu tersenyum girang, ia segera mengambil handycam nya lagi, “Bisa kita peras nih pecun dari bank, hahaha”, kata Wowok sambil mengarahkan handycamnya ke arahku. “Perkosa dia bro!!!”, perintah Wowok meminta Boncel memperkosaku. Wowok terus-terusan merekam, sedangkan Boncel mendekatiku, aku coba mundur, mencoba menjauh darinya. Namun dengan sigap ia menangkapku dan menampar pipiku.
Dengan sangat bringas Boncel melepaskan pakaianku, aku coba melawan namun ia akan memukulku setiap perlawananku. Pipiku terasa panas karena tamparan, perutku pun mual terasa ingin muntah gara-gara pukulan dan tendangan. Boncel terus memaksa melucuti pakaianku. Perlahan namun pasti, ia berhasil menelanjangiku hingga tanpa sehelai benangpun tersisa. “Wah, masih bagus nih bodinya bro...”, kata Boncel sambil menatap tubuhku. Aku berusaha menutupi payudaraku dan vaginaku dengan kedua tanganku. Wowok menyorot lebih dekat, aku coba menghindar agar sorotannya tidak kena.
“Mau direkam jadi artis malah ga mau, payah!”, kata Wowok. Lalu dia mundur dan menaruh handycamnya di meja, tepat seperti mereka mengerjai Veronica. Mereka berdua lalu mengerumuniku, mereka berebutan untuk menyedot susuku. Aku coba melawan, namun tak mampu karena cengkraman mereka sangat kuat. Tangan ku dibuka lebar sehingga Wowok dan Boncel dengan mudah mendapatkan susuku, mereka saling berbagi kiri dan kanan.
Aku coba menendang-nendangkan kakiku, namun tinjuan menjadi balasannya, perutku mendapat bogem mentah dari mereka. “Cari mati ya?”, ancam Wowok. Mereka lalu bergantin melepaskan pakaian, satu nya menangkapku, satunya lagi melucuti pakaian masing-masing, mereka bergantian hingga keduanya bugil. Hidupku kini kembali menderita, aku bakal menjadi objek perkosaan bagi mereka.
Sudah lama aku menghapus semua memori masa lalu ku yang kelam, namun gara-gara kejadian ini aku menjadi kembali bersedih. Dahulu aku pernah diperkosa bergilir oleh Satorman dan kawan-kawannya, sehingga aku harus pergi dari kota itu. Masalah itu pula yang mungkin diketahui suamiku sehingga ia lebih memilih bekerja di kota lain sehingga jauh dariku.
Mereka mulai mengerjaiku, Wowok menciumi bibirku, jijik sekali, tercium bau ludahnya yang sedikit busuk, mungkin dari giginya yang tak terawat. Boncel meremas-remas buah dadaku, aku sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Aku terpaksa pasrah, hatiku berdegup kencang, badanku gemetaran, ini perasaan yang sama dialami anakku Veronica, sungguh malang, aku harap dia bisa segera sembuh.
Wowok mulai memperkosaku, ia menindihku dan menusukkan penisnya ke vaginaku. Tanpa ampun ia menggenjot dengan kuat, “Putih oi perek ini”, kata Wowok. “Kapan lagi ngentot manager bank, bro?”, olok Boncel menunggu giliran. “Hahaha, bagaimana jadinya ya kalau video kita sebar, terus semua karyawan pria juga minta jatah? Hahahaha...”, olok Wowok yang terus menggenjotku. Aku ketakutan, mendengar kata-kata mereka seperti mengancam, entah apa yang harus aku lakukan nantinya. Kalau aku melawan, aku pasti mati. Kalau aku melaporkan ke polisi, merka pasti menyebar semua video aku dan Veronica. Kalau aku hanya diam, mereka akan lebih mudah mengancamku untuk kembali memerkosaku dan Veronica. Aku tidak mau, aku dan anakku tidak boleh menjadi bahan pemuas nafsu bagi mereka. Keputusan harus ku ambil, matipun aku rela agar semua usai.
Aku coba melawan, ku dorong Wowok dengan sekuat tenaga. Aku coba bangkit, arahku di handycam, harus ku lempar dan rusakkan beserta laptopnya. Selanjutnya kalau aku tak mampu membunuh dua pria ini, maka aku lah yang akan mati. “Weh, pereknya melawan!”, kata Wowok yang kesal karena nafsu nya yang sudah sampai diubun-ubun belum tersalurkan. Mereka berdua mencoba menangkapku, aku coba melawan dengan melemparkan semua barang-barang yang ada di kamar, seperti pot bunga, laptop, handycam, serta beberapa bingkai foto.
“Sial, pengen dibunuh kali dia”, kata Boncel lalu dengan barengan mereka langsung bersama-sama menyergapku. “Lepaskan aku!!!”, teriakku. Mereka berhasil menangkapku kembali. Kali ini cengkraman mereka lebih erat, “Ambil tali bro!”, perintah Wowok. Namun belum sempat meninggalkan aku, Boncel terhenti di depan pintu. “ANGKAT TANGAN!!!”, terdengar suara lantang dari luar kamar.
Beberapa polisi berjalan masuk dengan menodongkan pistol. “Sial!”, gumam Wowok lalu melepaskan cengkramannya, dia lalu mengangkat tangannya. Ada sekitar lima polisi yang masuk, mereka menatap ke arahku, nampak sedikit menikmati pemandangan wanita bugil, namun mereka tidak bisa menyalurkannya, mereka harus melaksanakan tugas mereka. Seorang polisi mengambil pakaianku dan melemparkannya padaku, polisi lain menangkap Wowok dan Boncel serta memborgol mereka.
Seorang sosok masuk ke kamar, dia adalah Bryan. Melihatnya hatiku berkecamuk, segera kuberlari ke arahnya dan ku tampar. “Dasar bajingan!!!”, teriakku tanpa memperdulikan adanya polisi di sekitarku. “Tunggu bu!”, kata salah satu polisi, “Dia yang meminta kami ke sini..”, sambung polisi itu. Bryan hanya menundukkan kepala sambil memegangi pipinya yang sakit karena tamparanku. “Wah, pengkhianat lu!!!”, kata Wowok kesal ketika digiring melewati Bryan yang tak mau menatapnya. Akhirnya aku keluar dari rumah penjahat ini, kami di bawa ke kantor polisi.
Aku membuat laporan, ku lihat Bryan juga mengakui kesalahannya, ia mengatakan semuanya kepada polisi. Entah apa yang merubah pikirannya, namun sedikit dendam masih aku simpan kepadanya.
“Maaf tante..”, kata Bryan setelah ia menjelaskan kronoligis kepada polisi, ia menemuiku yang masih duduk di kursi depan meja polisi. “Aku... aku minta maaf...”, kata Bryan. “MAAF?!” tanyaku kesal. “Kamu berani bilang maaf? Setelah semua ini terjadi?!!”, marahku padanya. Bryan menundukkan kepala, lalu ia cuma bilang, “Sampaikan maafku sama Veronica..”, lalu ia digiring polisi untuk masuk ke sel. Aku cukup bingung dengan kelakuannya, namun setelah semua ku ceritakan ke polisi, ternyata ada kisah lain yang aku tidaklah tahu. Bryan ternyata terpaksa melakukannya, dia memang berteman dengan dua preman itu, namun tidak sedikitpun dia berniat untuk memperkosa Veronica. Kedekatannya dengan Veronica sudah diintai dua preman itu, mereka tertarik dengan kecantikan Veronica sehingga memanfaatkan Bryan. Beberapa ancaman ditujukan kepada Bryan untuk menuruti perintah mereka. Bryan tahu seberapa brutal dua preman itu, sehingga ia dengan terpaksa harus menurutinya.
Sedikit perasaan cinta timbul di hati Bryan yang juga sedikit timbul rasa bersalah. Ia kini harus mendekam di dalam penjara dan mengubur dalam impiannya untuk menjadi pelajar yang baik. Aku sedikit menghapus dendam padanya. Segera aku kembali ke rumah sakit untuk menjaga Veronica. Ia sekarat dan hampir mati, ia kehabisan banyak darah. Dengan badanku yang sedikit lemah, aku harus mendonorkan darah, karena sedari tadi pihak rumah sakit tidak menemukan golongan darah yang cocok dengannya. Andai suamiku ada di sini, dia bisa banyak membantu menjaga Veronica anak kami. Semua bermula dari masa kelam laluku yang membuat keluarga kami hancur berantakan. Maafkan mama, sayang, mama tidak mampu menjagamu. Ku pejamkan mata, berdoa untuk yang lebih baik. Tubuhku lelah dan aku harus ikut beristirahat di rumah sakit.

TAMAT

MY DIARY 058 - Maafkan Mama Sayang Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Evy Fredella

0 komentar:

Posting Komentar