Sejak pengusiran teman-temannya Fara beberapa hari yang lalu, suamiku semakin ketat menjaga pergaulan Fara. Tapi tidak hanya itu, suamiku juga semakin sering ngentotin Fara. Seperti halnya pagi ini, di saat aku sibuk menyiapkan sarapan pagi, suamiku justru tengah sibuk menghajar vagina mungil putri kandungnya itu sambil berdiri.
Gadis kecilku tampak kerepotan meladeni nafsu ayahnya yang begitu bersemangat, meja makan yang menjadi tempatnya bertumpu sampai bergoyang dibuatnya.
“Papa, hati-hati lho seragam Fara nanti kotor, bisa-bisa ketahuan teman-temannya kalo Fara dientotin ayahnya sebelum sekolah” ujarku.
“Iya Ma… biar gak kotor nanti papa semprotin di memeknya Fara aja…” jawab suamiku. Aku tertawa melihat suamiku yang merasa terganggu oleh peringatanku, tapi niat usilku justru semakin menjadi.
“Masih lama ya?” tanyaku mendekat sambil mengintip batang suamiku yang bergerak cepat menusuk-nusuk vagina putrinya.
“Papa sekarang kuat banget Mah… Kalo Fara udah pipis dua-tiga kali baru deh tuh papa pipisin memeknya Fara” jawab Fara yang membuat suamiku tersenyum bangga dan semakin kencang menghajar vagina Fara.
“Tuh kan… Fara udah mau pipis lagi nih Ma, pipis bareng yuk Pa, pipisnya yang banyak biar makin cinta sama Fara” Suara Fara yang merengek manja akhirnya berhasil membuat suamiku orgasme.
“Papaaa… Fara mulai pipis niiiiih…” Fara semakin menunggingkan pantatnya.
“Iya sayang… ini papa pipisin juga memeknya Fara…” jawabnya sambil mengejat-ngejat menghambur banyak sperma di vagina putrinya. Fara sampai tertawa geli akibat dinding rahimnya yang menerima semburan sperma cukup banyak dari ayahnya sendiri.
Selesai makan, Fara langsung mengambil tas dan mengenakan sepatunya.
“Sayang, sini sebentar,” panggilku berbisik. “Tadi Fara sudah disayangin sama Papa, jadi Fara harus belajar dengan semangat ya…” pesanku yang dijawab Fara dengan senyuman meski wajahnya terlihat kelelahan. Farapun berangkat ke sekolah diantar Papanya.
Selama sendirian di rumah, hampir seharian aku disibukkan mencari cara baru agar kehidupan seks suami dan putriku semakin penuh sensasi. Hingga akhirnya aku mendapat telpon dari sekolah Fara tentang prestasi Fara yang menurun jauh, dan itu membuatku sangat kaget, apalagi guru BK yang menangani masalah siswa akan langsung datang ke rumah.
Hanya dalam waktu satu jam pintu rumahku diketuk seseorang yang ternyata itu adalah kepala sekolah. “Maaf bu, akhirnya saya langsung yang datang ke rumah Fara,” ucap kepala sekolah yang memiliki tubuh tinggi dengan wajah garang namun berwibawa.
Pak Wawan dengan gamblang menerangkan bagaimana merosotnya prestasi putriku di sekolah, padahal Fara tengah bersiap menghadapi ujian kenaikan kelas. Tiba-tiba Fara yang tengah kami bahas datang dari sekolah dengan wajah tampak berkeringat.
“Lho, kamu pulang sendiri sayang?” tanyaku heran.
“Nggak Ma, dijemput papa kok… tuh masih di mobil lagi benerin celana” jawab putriku santai.
Aku langsung menepuk jidatku mendengar jawaban polos putriku, dan benar saja, tidak lama masuklah suamiku, pakaiannya memang telah rapi tapi aku masih dapat melihat bercak sperma di celana suamiku.
“Wah… ada bapak kepala sekolah. Ada apa pak kok sampai berkunjung kerumah kami?” sapa suamiku ramah. Akhirnya Pak Wawan kembali menerangkan alasan kedatangannya.
Sementara Fara dengan cuek melempar tasnya sembarangan lalu berbaring seenaknya didepan tv yang tidak jauh dari mereka. Namun saat ponselnya berdering, Fara bergerak mengambilnya lalu bertiarap membelakangi kami, kakinya bergerak-gerak ditekuk, hingga membuat selangkangannya terbuka, membuat orang nomor satu disekolahnya itu tidak konsen berbicara. Duh… Fara, kamu ini gimana sih… ada bapak kepala sekolah padahal.
Suamiku yang menangkap situasi itu tidak bisa berbuat apa-apa, tapi terlihat jelas rasa tidak sukanya atas sikap Pak Wawan yang terus mempelototi selangkangan Fara.
“Jadi bagaiamana Pak, Bu, apakah memang ada masalah yang mengganggu Fara belajar hingga prestasinya menurun?” tanya pak Wawan bersamaan dengan gerak mata yang melotot saat menangkap penampakan celana dalam Fara yang putih.
“Oh ya, satu hal lagi, saya sering mendapatkan laporan bahwa Fara sering tidur di kelas karena kecapean dan cara duduknya yang sembarangan,” ucapnya berusaha menjaga wibawanya sebagai seorang guru. Tapi yang membuatku ingin tertawa adalah tatap matanya yang tak beralih sedikitpun dari penampakan di selangkangan anak gadisku.
Niat usilku tiba-tiba muncul, ingin sekali mengerjai Pak Wawan yang tampak sangar dan galak ini. Yaah… setidaknya aku berusaha membantu putriku agar orang ini tidak lagi galak terhadap Fara di sekolah.
“Sebenarnya begini pak, Fara ini anak yang manja dan kalo belajar sering minta di temani ayahnya sambil minta disayangin, tapi justru saat disayang-sayang sama ayahnya itu belajarnya jadi terganggu,” terangku.
“Maksud ibu terganggu bagaimana? Bukannya bagus jika belajar sambil ditemani dan disayangi oleh ayahnya?” tanya Pak Wawan tidak mengerti.
“Maksud saya, disayanginya sambil begituan, ng… gimana ya…” ucapku pura-pura bingung menjelas dan membuat Pak Wawan juga semakin bingung. Sementara suamiku menunjukkan wajah protes.
“Fara, kesini sebentar sayang” panggilku, lalu menyuruh Fara mendekat. “Tolong tunjukin cara kamu belajar di rumah pada Pak Wawan,” pintaku.
“Di depan Pak Wawan Ma?”
“Iya… di sini, di depan Pak Wawan. Soalnya Pak Wawan bingung melihat prestasi kamu yang menurun” jawabku.
Fara akhirnya mau, dengan malu-malu Farapun berjongkok di depan ayahnya.
“Tapi ma…” protes suamiku.
“Tidak apa Pa… mungkin Pak Wawan bisa memberi solusi cara belajar yang lebih baik,” jawabku menahan geli melihat suamiku yang salah tingkah saat Fara mengeluarkan batang penisnya. Aku segera bangun mengambil tas Fara dan mengambil beberapa buku pelajarannya.
Mulut Pak Wawan sampai menganga lebar saat Fara melahap batang penis ayahnya, lalu dengan santai membuka dan membaca buku pelajaran yang ku serahkan. Lelaki bertampang galak itu tak mampu bersuara!!
“Pa… udah keras nih, udah boleh dimasukin ke memeknya Fara ga?”
Aku tak mampu lagi menahan tawa melihat wajah suamiku yang memerah malu bagaikan udang rebus, sedangkan mulut Pak Wawan terbuka lebar saat melihat Fara mengangkat rok birunya hingga ke pinggang, lalu dengan malu-malu menurunkan celana dalamnya. Fara melakukan semua itu dengan gerakan yang cenderung lambat, terang saja mata Pak Wawan termanjakan olehnya.
“I..itu.. itu beneran mau dimasukin?”
“Iya Pak… Kalo bapak ingin melihat lebih jelas bapak bisa duduk di samping saya” tawarku yang memang duduk berhadapan dengan suamiku dan Fara.
Pak Wawan segera berpindah duduk sejajar di sampingku, bersama-sama dengan seksama menyaksikan bagaimana Fara dengan tingkahnya yang khas berusaha memasukkan penis ayah kandungnya itu ke lubang vaginanya yang imut. Perlahan penis ayahnyapun amblas seluruhnya. Fara lalu mulai menggoyangkan pinggulnya sambil tersenyum malu-malu padaku dan kepala sekolahnya.
“Ini sayang, sambil mengerjakan pe-er matematika saja ya…” ucapku meletakkan buku matematika di atas meja yang ada di depan Fara. Gadis kecilku tersenyum dengan imutnya, lalu mengerjakan PR sambil di pangku oleh ayahnya. Hal seperti ini memang sudah sering mereka lakukan, tapi tentunya tidak di depan kepala sekolah Fara yang kini juga ikut menyaksikan.
“Papa… nyayangin Faranya yang benar dong… Biar Pak Wawan bisa tau masalah nya, mungkin bisa memberi Fara dan Papa sebuah solusi” ucapku pada suamiku yang hanya diam menyandarkan tubuh ke sofa.
Suamiku tampak ragu saat menyelusupkan tangannya ke seragam Fara, dia sepertinya tidak ingin Fara telanjang di depan Pak Wawan. Tapi segera ku protes, soalnya kan setiap malam saat Fara belajar di meja kamarnya selalu dalam keadaan bugil dengan ditemani kontol ayahnya di dalam vagina. Jadi sekarang harus begitu juga dong…
Akhirnya dia mau juga. Kemudian satu persatu kancing seragam Fara dilolosi hingga menampilkan bra mungil yang membekap payudara belia nya.
“Ayo dong Pa… nyayanginnya yang benar…” ingatku lagi saat melihat suamiku berhenti sampai di situ. Akhirnya lelaki yang telah menemani hidupku selama bertahun-tahun itu melepas seluruh kain yang melekat ditubuh Fara.
“Ohh.. mulus banget. Kok bisa payudara Fara bisa sampai sebesar itu?” tanya Pak Wawan menyaksikan gumpalan daging yang diremasi oleh suamiku.
“Itu karena tangan suami saya selalu megang-megang nenennya setiap malam, Pak. Kemarin teman-temannya Fara waktu nginap disini juga pernah ikut-ikutan megang, malah ada yang sampai netek kok. Bapak kalo pengen nyobain megang boleh kok, hihihi”
Suamiku sontak melotot protes mendengar aku menawarkan payudara putrinya untuk dipegang. “Boleh kan Pa nenennya Fara dipegang-pegang gurunya? Cuma megang aja kok, teman-teman Papa dulu kan juga pernah, malah sampai coli di wajahnya Fara”
Suamiku tak lagi berkutik, dia turunkan tangannya memberi kesempatan kepada Pak Wawan yang menghulurkan tangannya lalu meremasi payudara anak gadisnya di hadapannya sendiri. Dapat ku lihat wajah Pak Wawan yang tampak sangat bernafsu saat menggerayangi buah dada putriku ini.
“Bagaimana Pak? Memang besarkan nenenya Fara? hihihi” godaku.
“I…iya, tapi itu bisa juga karena bibitnya yang juga besar” ucap Pak Wawan dengan mata beralih menatap payudaraku yang memang membusung.
“Hihihi, bapak bisa aja, tidak juga pak, punya saya kecil kok”
“Tidak, tidak, saya yakin payudara ibu juga besar, jauh lebih besar dari punya Fara” kini giliran wajahku yang bersemu merah mendengar pujian lelaki itu, apalagi matanya terus menatap kebelahan kaos dada yang rendah. Dia berkata seperti itu padaku saat ada suamiku di sana!!
“Ih… bapak koq tidak percaya banget sih?” ucapku dengan manja, tiba-tiba otakku bergerak cepat berimprovisasi.
“Pa, boleh gak Pak Wawan ngebuktiin omongannya?” tanyaku pada suamiku. Terang saja suamiku terkaget mendengar pertanyaanku. “Masa anaknya boleh dipegang tapi ibunya ga boleh sih? hihihi” lanjutku lagi.
Setelah melihat suamiku mengangguk pasrah, tangan Pak Wawan segera melayang dan hinggap diatas payudaraku, Oohh… sensasi ini, payudaraku yang diremasi dengan penuh nafsu oleh lelaki lain di bawah tatapan cemburu suamiku sungguh benar-benar membuat vaginaku berdenyut liar.
“Pak Alan, boleh saya meremas dari dalam? karena bra mamanya Fara terlalu tebal” tanya Pak Wawan yang terlihat semakin penasaran, lagi-lagi suamiku cuma bisa mengangguk.
“Awhhhhh….” aku tidak tahan untuk melenguh ketika menatap suamiku yang cemburu melihat jari-jari pria ini meremasi puting istrinya.
“Betulkan dugaan saya? buah dada mamanya Fara ini besar. Beruntung banget Pak Alan punya istri dan anak yang punya payudara besar seperti ini,” ucapnya sambil masih asik meremas buah dadaku dan buah dada Fara. Aku semakin belingsatan, remasan lelaki dewasa berpengalaman memang jauh berbeda dengan remasan cowok-cowok remaja teman-temannya Fara kemarin.
Kulihat suamiku semakin cepat menggerakkan pinggul Fara yang duduk di pangkuannya, dan dengan diam-diam tubuhnya mengejat-ngejat menghambur sperma di vagina Fara. Gila, suamiku justru bernafsu melihat payudaraku digerayangi lelaki lain!!
“Ma, mama pengen disayangin sama Pak Guru ya? Terus memeknya dientotin dan dipipisin juga seperti Papa pipis di memek Fara ya?” tanya Fara polos.
Pertanyaan Fara yang lugu itu mengagetkanku, seandainya apa yang diucapkan Fara benar-benar terjadi. Tiba-tiba aku ingin merasakan sensasi disetubuhi lelaki lain di depan suamiku yang tengah menggarap putrinya.
“Lho? kok jadi seperti pesta seks gini ya? Pegang-pegangnya sudah dulu ya Pak? Mungkin bisa dilanjutkan lain kali, hihihi” ucapku menarik tangan lelaki itu keluar dari kaos ku. Meski enggan Pak Wawan tak dapat berbuat apa-apa, apalagi saat melihat lelehan sperma yang mengalir dari celah vagina Fara yang masih menjepit penis ayahnya.
“Jadi bagaimana Pak? Tentang masalah cara belajar Fara itu?” tanyaku.
“Eh, iya… cara Pak Alan menyayangi Fara jelas angat mengganggu belajar Fara, seharusnya Pak Alan jangan sampai membuat tubuh Fara bergerak-gerak, itu membuat konsentrasi Fara jadi hilang”
“Maksud bapak? Apa bapak bisa memberikan contoh?” tanyaku. Lagi-lagi suamiku melotot mendengar aku menawarkan hal gila pada guru Fara itu. Sangat berbeda dengan wajah Pak Wawan yang sumringah senang bukan main.
“Jadi begini, bila bapak menemani Fara belajar sambil duduk pangkuan begitu jelas akan mengganggu Fara, jadi ada baiknya Fara belajar sambil tengkurap” terangnya sambil menatap erat mataku, wajah wibawanya sebagai seorang guru lenyap tak berbekas, berganti dengan wajah cabul serigala yang bersiap memangsa anak ayam yang tidak lain adalah putri kandungku sendiri!!
“Ayo sayang, lakukan apa yang dikatakan gurumu” perintahku yang dipatuhi Fara dengan berdiri hingga batang suamiku yang telah melemas terlepas dari vagina mungilnya.
“Bapak mau Fara tiarap di sofa atau di karpet depan tv?” tanyaku senyum-senyum.
“Eh, biar di sofa saja bu, tidak apa-apa” jawab Pak Wawan. Tanpa harus diperintah, Fara bisa mengerti dengan apa yang diinginkan gurunya, dengan cepat gadis mungil ku berbaring di sofa memamerkan pantat montoknya.
“Yap, silahkan dilanjutkan belajarnya Fara, biar bapak yang berpura-pura menjadi ayahmu” ucap lelaki itu sambil… melepaskan ikat pinggangnya dan menurunkan celananya!!
Bukan hanya suamiku yang kaget, tapi aku pun dibuat panik. Aku tadi mengira Pak Wawan hanya akan meremasi tubuh Fara sambil menyuruh Fara belajar, tapi melihat lelaki itu melepaskan celananya jelas ini akan menjadi sesuatu yang sangat gila. Jantungku berdebar cepat, tapi gilanya aku juga ikut bernafsu, penasaran bagaimana reaksi suamiku melihat putri kami akan dientoti gurunya didepan matanya.
Tanpa tendeng aling-aling, Pak Wawan mulai bersiap, menaiki sofa dan duduk diatas paha mulus putriku, sementara dari celah celana boxer nya dapat kulihat kepala penis yang berada tepat di belahan pantat Fara.
“Tunggu, tunggu, apa bapak akan melakukan… nghh… itu pada Fara?” tanya suamiku ragu-ragu.
“Ya, jika itu perlu, karena saya harus memberikan contoh yang benar” jawab Pak Wawan sambil memegangi penis dibalik celana boxer yang ku yakin batangnya itu sudah dalam kondisi siap tempur.
“Jangan! Jangan!! jangan lakukan itu pada Fara!!” tolak suamiku cepat.
“Lalu pada siapa? Apa saya harus mempraktekkan cara belajar yang benar pada istri bapak sebagai contoh?” tanyanya sambil terkekeh mesum.
Gila!! jantungku berdebar kencang, hatiku berteriak girang, kulihat wajah suamiku yang panik sekaligus cemburu. Aku sungguh penasaran apa yang akan dilakukan suamiku. Apa yang akan kau jawab suamiku?
“Ayolah Pa… kita harus kooperatif untuk kebaikan Fara” kataku ikut-ikutan yang malah membuat muka suamiku makin memerah.
“Tepat sekali kata Bu Rina, tapi semua terserah Pak Alan pada siapa saya harus mencontohkan ini” sambung Pak Wawan cepat.
Wajah suamiku sangat bingung, tubuh siapa yang akan diserahkannya kepada Pak Wawan, si mungil Fara putrinya, ataukah tubuh istrinya?
Suamiku terdiam terpaku, menatap Pak Wawan yang masih duduk di atas paha Fara yang tiarap di atas sofa dengan buku matematika di depannya.
“Jadi gimana Pa? Sama siapa Pak Wawan harus mencontohkannya?” desakku sambil berusaha menahan tawa melihat tingkah suamiku yang kebingungan.
Tiba-tiba Pak Wawan beranjak dari tubuh Fara. “Ya sudah jika Pak Alan keberatan tidak apa-apa” ujar lelaki itu sambil kembali mengenakan celananya. Ku lihat suamiku menghela nafas lega, tapi aku langsung melotot memasang wajah judes dan itu membuatnya benar-benar terkejut dan kembali bingung.
“Maaf Pak, saya permisi mau ke WC dulu” kata Pak Wawan kemudian menuju ke kamar mandi.
Kesempatan itu langsung digunakan suamiku untuk menanyakan sifatku, yang menurutnya justru mendukung niat guru cabul itu untuk menyetubuhi putri kami. Namun aku mengelak, aku beralasan itu untuk kebaikan Fara. Ya… aneh memang, entah kenapa aku justru berharap perbuatan cabul itu benar-benar terjadi. Apakah mungkin diriku yang sakit? Begitu bersemangat saat laki-laki lain ingin menyenggamai anak gadisku yang masih belia langsung di hadapan ibu dan ayahnya? Di depan mata suamiku yang tak mampu menyembunyikan rasa cemburunya…
“Papa marah ya kalau ada orang yang mau sayang-sayangan sama Fara?” tanya Fara polos.
“I..iya sayang… Papa gak mau kalau ada orang lain yang juga menyayangi kamu” jawab suamiku.
“Oohh… Terus, kenapa tadi papa gak suruh Pak Guru ngasih contoh sama mama aja Pa?”
Degh!! Aku kaget mendengar celoteh Fara, segera ku menoleh melihat wajah suamiku. Jelas dari wajahnya kalau dia semakin bingung, yang entah kenapa semakin membuatku ingin tertawa.
“Kamu gak marah kalo Pak Guru sayang-sayangan sama mama?” tanya suamiku setelah lama terdiam.
“Enggak… Kenapa harus marah? Kan bagus kalo ada orang lain yang juga sayang sama mama…” jawab putriku itu polos banget. Terang saja suamiku terkejut mendengar jawabannya.
Setelah beberapa saat berpikir, aku cukup kaget mendengar perkataan suamiku. Dia setuju untuk membiarkan guru itu yang mencontohkan langsung pada Fara. Sepertinya suamiku lebih memilih menyerahkan Fara dibandingkan diriku untuk ‘dikerjai’ si guru cabul, dan itu cukup membuatku terharu, tapi entah kenapa tubuhku ikut bergairah karenanya.
“Papa setuju untuk membiarkan Pak Wawan membantu Fara belajar, tapi jika guru itu tidak mampu memberikan solusi yang baik, Papa akan segera menyuruhnya pulang...” lanjutnya seakan ingin menegaskan, terlihat jelas dari wajahnya jika suamiku tertekan.
Saat Pak Wawan kembali dari kamar mandi, suamiku langsung mengutarakan kalau dia akhirnya setuju untuk membiarkan pria itu mempraktekkannya langsung pada Fara, terang saja Pak Wawan langsung tersenyum lebar penuh kemesuman.
Kami memutuskan untuk berpindah ke kamarnya Fara, di tempat biasanya Fara belajar sambil di sayang-sayang sama ayahnya. Meskipun suamiku setuju, tapi sepertinya dia ingin ‘les private’ ini berakhir secepatnya.
“Jadi Pak Guru boleh nemani Fara belajar ya?” tanya putriku lugu, lalu memandang ke arah ayahnya.
“Iiya sayang… Pak guru mau menemani belajar sambil sayang-sayangan sama Fara, papa udah bolehin kok…” ucapku sambil mengelus rambut Fara.
Gadisku tersenyum mengangguk, begitupun sang guru. Jelas sekali kalau guru itu tidak sabar untuk menyicipi tubuh belia Fara. Wajahnya berbinar saat menatap tubuh mungil putriku yang sedari tadi masih tetap bertelanjang bulat. Dia terus memandangi selangkangan putriku yang bersih dari rambut kemaluan. Fara sendiri malah senyum-senyum manis ke Pak Wawan, yang tentunya semakin membuat pria itu semakin bernafsu akan dirinya.
“Ehhm…” suamiku berdehem cukup keras, mencoba mengingatkan guru itu agar tidak berpikir yang macam-macam dan segera melakukan tugasnya, meskipun rasanya tidak mungkin melarang pikiran jorok pak Wawan yang semakin menjadi-jadi terhadap putri kami.
“Hehehe, maaf…” Pak Wawan tertawa tersipu, “jadi begini, sebenarnya tidak salah menemani putri kita belajar sekaligus menyayangi mereka, hanya saja usahakan agar Fara tidak disibukkan oleh hal lain selain belajar seperti mengoral batang kita”
Hihihi, mendengar kata-kata itu sukses membuat wajah suamiku memerah. Pak Wawan lalu meminta Fara untuk duduk di kursi, sementara dirinya masuk kebawah meja. Aku langsung bisa menebak apa yang akan dilakukannya. Setelah meminta Fara untuk mulai mengerjakan PR nya dengan kaki mengangkang, Pak Wawan langsung memulai aksinya menjelajahi vagina Fara dengan lidahnya.
Ya ampun… putriku sedang dioral!! Aku berusaha menahan tawa, harus kuakui idenya cukup nakal, akal bulusnya untuk menikmati vagina Fara tak dapat membuat suamiku mengajukan protes.
“Gimana sayang belajarnya? enak sama Papa atau sama Pak Guru?” tanyaku iseng.
“Ngghh… samaa Paakk guruu maaa… mmhhh… pelan-pelan Pak… geliii…” jawab Fara sambil merintih, tangannya bergerak tak jelas, menuliskan angka-angka dengan sembarang.
Dari sudut mataku kulihat suamiku yang tidak tenang, Fara dengan jelas lebih mengakui gurunya dan itu membuat suamiku sangat cemburu.
“Ma, apa mama bisa menggantikan Fara? biar Fara bisa melihat cara belajar yang benar? Ini… ini untuk kebaikan putri kita juga” ucap suamiku kemudian. Aku benar-benar terkejut, dia sepertinya tidak tega melihat putrinya dibegitukan oleh pria lain, padahal Pak Wawan baru saja mulai. Meski kulihat wajah suamiku yang sangat cemburu, tapi aku tidak menduga jika akhirnya dia lebih memilih menyerahkan tubuhku kepada kepala sekolah itu.
Akhirnya suamiku mengutarakan usulnya kepada Pak Wawan. Pak Wawan sedikit keberatan awalnya, tapi tidak terlalu mempermasalahkannya karena yang akan dia dapatkan juga tidak kalah menggairahkan, ibunya Fara.
Akupun bertukar dengan Fara. Aku sendiri berdebar-debar dibuatnya. Vaginaku akan dioral oleh pria lain di depan suamiku sendiri!! Perasaanku campur aduk, antara penasaran bagaimana rasanya ‘dikerjai’ pria lain dan senang melihat ekspresi tak karuan dari suamiku. Dari bawah meja, dapat kulihat senyum mesum Pak Wawan yang tak dapat ku balas dengan senyum serupa, aku harus menjaga semuanya agar berjalan apa adanya.
Tepat di depan suamiku, seorang lelaki kini sedang menurunkan celana dalamku, mengusapi pahaku yang membuat seluruh tubuhku merinding. Dan saat tanganku menggapai pulpen, ku rasakan lidahnya yang panas mulai menyapu bibir vaginaku.
“Eeemmpphhh…” sekuat tenaga aku menahan lenguhanku, mana mungkin aku merintih di depan suami dan putriku sendiri. Yang bisa kulakukan hanyalah membuka pahaku semakin lebar dan membiarkan lidahnya masuk semakin dalam. “Ooopppmmhhh….”
Ternyata tulisanku lebih parah dibandingkan Fara, bahkan untuk menuliskan angka satu yang tegak lurus pun aku tak mampu. Lidah Pak Wawan bergerak terlalu liar, menyapu dinding dalam vaginaku dengan intens.
Kakiku mengapit kepala Pak Wawan. “Oooowwwhhh… Paaakk…” akhirnya suara itu terlepas juga tepat di saat bibir lelaki yang ada di selangkanganku menyedot kuat, membuat cairan yang ada di relung vaginaku berpindah ke mulutnya, hampir saja aku mendapatkan orgasme ku.
Aku menatap wajah suamiku dengan pandangan tak menentu, sementara di selangkanganku lelaki lain dengan bebasnya melahap liang kewanitaanku. Benar saja dugaanku, suamiku ikut terbakar gairah, tangannya memeluk Fara dari belakang meremas payudara putri kami. Sementara selangkangannya menggosok-gosok pantat bulat Fara yang terekspos bebas.
“Oke… mungkin untuk ini cukup,” ucap Pak Wawan keluar dari bawah meja. Aku tertawa kecil saat melihat kumis tipis lelaki itu penuh dengan cairan dari vaginaku. Dia sendiri juga sepertinya ingin menunjukkan pada suamiku bagaimana cairan vagina istrinya kini berlumuran di bibirnya. Terang saja suamiku semakin panas.
Aku lalu berdiri dan hendak mengenakan kembali celana dalam ku, tapi dicegah oleh Pak Wawan. Entah apa maunya, namun ku turuti saja dan tidak mengenakan celana dalamku dulu.
“Jadi dalam belajar, pastikan putri anda bla.. bla.. bla..” Celoteh yang keluar dari mulut Pak Wawan memang terdengar ilmiah, tatapan matanya pun tegas ke arah suamiku, tapi yang membuat aku kelimpungan adalah gerakan tangannya tak henti meremasi pantatku, menyusuri belahannya dengan jari-jarinya yang kasar.
Sementara tangan suamiku yang sempat terdiam, kembali bergerak meremasi payudara Fara. Gilaaa... Ini tak ubahnya seperti pesta seks!!
“Oke, Pak Alan, kita lanjutkan pada tahap selanjutnya, bisa bapak ambilkan buku pelajaran yang lain, agar bapak bisa mempraktekkan langsung kepada Fara sambil melihat saya mencontohkan pada istri bapak,” ucapnya. Suamiku cuma bisa menganguk lalu mengambil buku PR lainnya di tas dengan dibantu putrinya.
Saat itulah Pak Wawan berbisik di telingaku, “dari tadi siang saya sudah tidak sabar pengen ngentotin memek ibu di depan suami ibu, hehe..” ujarnya mesum. Uuughh… jantungku berdebar cepat, dinding vaginaku terasa berdenyut. Aku bergairah mendengar ucapannya itu. Tiba-tiba aku merasakan batang kejantanan Pak Wawan menggesek-gesek belahan pantatku. Entah sejak kapan lelaki itu melepas celananya.
“Oh ya… Bapak biasanya menemani Fara belajar dalam keadaan bugil kan?” tanya Pak Wawan pada suamiku. Meski sudah tahu, dia tetap saja menanyakannya.
“I..iya”
“Kalau begitu Bu Rina juga harus bugil dong Pak… hehe”
“T..ta..tapi, apa harus begitu Pak?” tanya suamiku masih berberat hati.
“Turuti saja Pa… ini kan demi putri kita juga…” kataku membela Pak Wawan.
“Tenang saja Pak… saya tidak akan betul-betul menyetubuhi istri Pak Alan ini kok, cuma akan memberikan contoh posisi yang benar saja, hehe” ujarnya menenangkan suamiku yang terlihat panik, meskipun aku tahu kalau dia hanya berbohong, jelas kalau pria ini ingin curi-curi kesempatan untuk menyetubuhiku. Aku tahu, namun aku tetap diam membiarkan.
Suamikupun hanya bisa pasrah. Aku lalu melepaskan semua pakaian yang ada di tubuhku dibantu oleh Pak Wawan. Kini kami ibu dan anak sudah sama-sama telanjang bulat, tidak hanya di depan suamiku, tapi juga di hadapan pria lain. Ini membuatku sangat malu. Bibir lelaki itu tersenyum saat kedua tanganku berusaha menutupi selangkanganku. Tapi aku yakin hal itu malah semakin membuatnya semakin gregetan terhadapku.
Karena kasur milik Fara terlalu sempit, Pak Wawan memintaku dan Fara untuk mengambil posisi tiarap di atas karpet, lalu menaruh buku pelajaran di depan kami. Persis seperti posisi Fara di sofa tadi.
Pak Wawan kembali berbisik padaku, “sekarang ikuti saya, dan lakukan senatural mungkin, anggaplah Pak Alan memang sedang menemani dan membimbing Fara belajar,” sepertinya dia sangat ingin merasakan nikmatnya jepitan vaginaku!!
Aku sungguh tidak tahu apa yang ada di pikiranku, meskipun aku risih sekaligus malu, tapi aku malah nurut-nurut saja saat pantatku yang terbuka ditunggingkan olehnya. Dia lalu menaiki tubuhku dan duduk diatas pahaku yang masih terkatup rapat. Aku langsung bisa merasakan batangnya yang mengeras tepat berada dibelahan pantatku. Sementara mas Alan dengan kikuk juga mulai menaiki tubuh Fara.
“Oke, Bu Rina dan Fara silahkan mengerjakan PR seperti biasa, dan Pak Alan silahkan perhatikan saya, bagaimana cara memberikan kasih sayang tanpa mengganggu anak belajar”
“Tapi istri saya tidak beneran akan bapak… ngg… gituin kan?” tanya suamiku lagi memastikan.
“Hahaha… Tidak… Tenang saja Pak…” jawabnya licik.
Berbeda dengan Fara yang berusaha serius mengerjakan PR matematikanya, aku justru tak mampu sedikitpun menelaah buku biologi yang ada di depanku. Pak Wawan mulai menciumi punggungku, bibirnya menggumam tak jelas.
Kecupannya ringan yang diiringi usapan tangan ke sekujur tubuhku, sesekali meremas pantatku membuat batangnya semakin terjepit dan menyentuh liang anusku. Aku merinding saat pinggul Pak Wawan bergerak pelan menusuk anusku. Gilaaaa… aku tau dia hanya ingin menggodaku!!
Dari sudut mata dapat kulihat suamiku yang tegang memperhatikan ulah Pak Wawan di atas tubuhku, meski bergerak meremasi payudara Fara aku tau jika suamiku tak dapat menikmatinya seperti biasa. Perhatiannya sepenuhnya tertuju ke tubuhku. Takut kalau tubuh istrinya benar-benar akan disetubuhi pria ini, hihihi.
“Papa, sayangin Fara yang bener dong…” ucapku usil menggodanya, sementara batang Pak Wawan semakin nakal menggoda liang anusku.
“Eeehh… papa kan cuma memperhatikan Pak Wawan memberikan contoh Ma” elaknya, lalu mulai memeluk Fara dan menciumi lehernya, ku dengar Fara tertawa geli atas ulah ayahnya.
Saat suamiku asik mencumbu Fara, aku tak membuang kesempatan untuk membuka pahaku lebih lebar dan menunggingkannya lebih tinggi agar batang Pak Wawan berhenti menggoda anusku.
“Eeeemmmpphh…” aku melenguh tertahan, tebakan ku sangat tepat, batang itu dengan segera bergerak maju mundur menyundul bibir vagina yang sangat basah. Ugh…
“Fara… gimana sayang belajarnya? bisa?” tanyaku pada Fara yang sesekali tertawa saat suamiku menciumi telinganya.
“Bisa sih ma… tapi papa kan juga sering ngajak cipokan, jadi belajarnya sering terhenti” jawabnya polos.
“Memang, saat berciuman aktifitas membaca dan menulis pasti sulit untuk dilakukan, jadi ada baiknya itu dilakukan saat Fara istirahat sejenak,” beber Pak Wawan yang seluruh tubuh kekarnya kini menindih tubuhku.
Aku berusaha untuk tersenyum wajar pada Fara yang menatapku, meski tubuhku terbakar gairah cumbuan panas sang kepala sekolah. Aku dan putrikupun terus bertatap-tatapan, sambil sesekali saling melempar senyum walau tubuh kami sama-sama sedang ditindih pria. Fara ditindih ayahnya, dan aku ditindih kepala sekolahnya Fara.
“Ok, sudah sepuluh menit, Fara bisa istirahat sejenak, Pak Alan silahkan manfaatkan waktu dengan baik, hehe” ucap lelaki di atas tubuhku ini dengan santainya. Dengan gerakan yang tiba-tiba tangan Pak Wawan segera meraih pipiku dan melabuhkan ciuman yang sarat dengan nafsu.
Aku tergagap, meladeni permainan lidah Pak Wawan yang panas sambil menatap Fara dan suamiku yang tak kalah kaget. Aku merintih saat payudaraku diremas dengan kuat olehnya. Fara dan suamiku melihat bagaimana ibu juga istrinya sedang diciumi dengan buasnya oleh pria lain!!
“Pa, ciumin Fara juga dong kaya mama” rengek Fara tidak mau kalah yang mengagetkan suamiku, Fara memintanya sambil masih menatap ibunya. Suamikupun menuruti, dia sepertinya ikut bernafsu melihat istrinya dicabuli orang lain. Hingga akhirnya kami sibuk dengan aktifitas masing-masing. Akupun berhenti menatap wajah Fara yang kini tertutup oleh suamiku, berganti menatap wajah tegas sang kepala sekolah yang sibuk menikmati lidahku di dalam mulutnya.
“Apa ibu berani meminta izin pada suami ibu untuk memasukkan kontol saya ke memek ibu?” tantang Pak Wawan di telingaku setelah percumbuan lidah yang panas.
Tantangan pak Wawan membuat tubuh ku semakin panas. Seharusnya aku hanya memperbolehkan Pak Wawan menggesek-gesekkan penisnya saja, tidak benar-benar menyetubuhiku seperti yang dia katakan pada suamiku tadi. Tapi entah kenapa aku jadi tertantang menyetujui permintaannya itu. Aku sangat penasaran. Tubuhku sangat ingin merasakan dimasukin sebatang penis, sangat-sangat ingin!! “Iya Pak… saya berani” jawabku akhirnya mengiyakan. Pak Wawan tersenyum sumringah.
“Ayo sayang… dilanjutkan lagi belajarnya,” ujarku mencoba mengingatkan Fara dan suamiku yang masih asik bertukar ludah. Aku ingin Pak Wawan segera bisa memasukkan penisnya ke vaginaku.
Fara tersenyum bahagia, “Asik ya Ma belajar bareng gini, hihihi…” ucapnya sambil menyeka liur ayahnya yang ada di sekitaran bibir mungilnya, “Tapi Ma, biasanya kalo habis ciuman memek Fara langsung dientotin kontolnya Papa” katanya lagi.
Yup, teriak hatiku girang, ini lah kesempatanku untuk menggoda suamku sekaligus menjawab tantangan Pak Wawan, bahkan mungkin lebih nakal lagi.
“Oh ya? asik dong belajar sambil dientotin Papa? tapi Mama boleh juga gak ya belajarnya sambil dientotin gurunya kamu? hihihi” tanyaku.
Fara langsung menoleh ke ayahnya. “Pa… Mama boleh gak dientotin gurunya Fara?” tanyanya polos. Aku berusaha menahan tawa melihat kebingungan suamiku yang memperhatikan selangkanganku yang ditindih oleh Pak Wawan. Bisa saja suamiku berfikir batang pria itu sudah menusuk liang vaginaku, untuk itu aku sedikit mendorong tubuh Pak Wawan yang memelukku agar duduk seperti semula, hingga suamiku dapat melihat dengan jelas kalau penis lelaki itu masih bermain-main di depan bibir vaginaku.
“Boleh Pa? kalau istrimu dientotin Pak Wawan?” tanyaku ikut-ikutan meminta izin untuk disenggamai pria lain, lalu menggenggam batang keras milik Pak Wawan. Dengan pelan kepala suamiku mengangguk. Dia setuju!! Meskipun cemburu tapi sepertinya dia juga sangat horni.
“Yeee… boleh kok, Ma…” teriak Fara girang. Bisa-bisanya Fara kegirangan begitu, dia tidak sadar dan tidak paham akan beban berat dan cemburu yang dialami oleh ayahnya. “Ayo ma, masukinnya bareng” teriak Fara ikut-ikutan memegang penis ayahnya.
“Ayooo…” jawabku tak kalah girang tertawa melihat ulah putriku.
Dapat ku lihat bagaimana Fara mengikuti gerakanku mengarahkan batang penis yang ada di tangan ke bibir vagina, lalu menunggingkan pantat lebih tinggi dan perlahan melahap batang penis kedalam rongga vagina.
“Ooowwwhh…” Gilaaa… Fara mencontoh gerakanku dengan sempurna, bibirnya mendesah mengikuti desahanku. Putriku tersenyum menatap wajah ibunya yang tak lagi mampu menyembunyikan rasa nikmat. Yang mana selama ini liang vaginaku hanya dipuaskan oleh buah timun ataupun jari-jariku, kini kembali terisi oleh batang kejantanan seorang lelaki, dan itu tepat di depan suami dan putri kandungku!!
“Ma, mama… sambil contohin Fara belajar yang benar dong, ma…” tegur suamiku yang sangat cemburu mendengar rintihan nikmat dari bibirku.
Aku tersipu malu, kembali menurunkan pantatku yang terangkat tinggi dengan perlahan, menjaga agar batang Pak Wawan tidak lepas dari vaginaku. Aku memegang buku di depanku dengan bibir tertutup rapat, menahan rintihan nikmat yang bisa saja keluar, begitupun dengan Fara yang berusaha menulis rumus-rumus di bukunya.
“Urgghhh… gila. Benar tebakan saya, memek ibu legit banget, Ooohhsss…” erang Pak Wawan di telingaku saat menusukkan batangnya dalam-dalam.
Aku hanya tersenyum, tidak berani menjawab karena ada suamiku yang hanya berjarak dua meter, yang ku bisa lakukan hanyalah mengangkat pantatku sedikit lebih tinggi agar Pak Wawan dapat lebih mudah menikmati liang vaginaku.
Tak hanya itu, aku berusaha memainkan otot vaginaku, dan benar saja Pak Wawan semakin keras meremasi pantatku, batangnya dibiarkan tertanam di dalam vaginaku menikmati pijatan kemaluanku.
“Bu.. saya tidaak tahaaaan… saya mau keluar di memek ibuu…” erangnya dengan suara tertahan.
Aku tertawa dan semakin bersemangat hingga tanpa sadar aku sampai menungging-nungging, tapi untungnya suamiku tidak lagi memperhatikan kami.
“Baru dijepit memek ibunya Fara aja udah pengen ngecrot, gimana kalo ni batang dipake buat ngentot memeknya Fara, hihihi…” ujarku manja menggoda Pak Wawan yang sedang mati keenakan.
“Pengen banget saya nyicipin memek putrinya ibu, tapi sepertinya suami ibu protektif banget… ayoo buu empot ayamnya mainin lagi, hehehe” balasnya mesum.
“Bener nih minta di empot lagi? ntar keburu ngecrot lho, hihihi. Lagian masa bapak gak bisa sih nyari akal buat ngentoton putri sayaa?” kataku lagi. Ughh… aku benar-benar ibu yang kurang ajar, menawarkan tubuh anak gadisku sendiri pada guru di sekolahnya. Tapi entah kenapa aku sangat ingin melihat vagina Fara dimasuki oleh batang selain milik suamiku.
Tiba-tiba ku dengar suara Fara merintih, kini posisinya kembali menungging, bibirnya tak henti mengerang akibat tusukan suamiku yang seperti orang kesurupan, “PAPAAAA… PIPISSSNYAAA BAREEENG YAAA… AAAHHH…” rengek Fara kencang, tapi mata putriku itu justru menatap Pak Wawan, seolah menantang kepala sekolahnya itu untuk ikut menikmati tubuh mungilnya.
“Iyaaa, iyaaaaa sayang… Papaaa pipisin sekaraaang yaaa… Oooowwhh… Faraaa…” teriak suamiku yang kehilangan kontrol seolah tak ada kami disitu. Batang besar nya yang terselip di vagina sempit Fara muncrat-muncrat menghamburkan sperma bersamaan dengan tubuh putrinya yang ikut mengejang.
”Ckckckck… nikmat banget sepertinya memek nya Fara… saya boleh nyoba tidak Pak?” ucap Pak Wawan yang tak henti memandangi tubuh Fara yang masih menggelinjang.
“Eehhh, Eeenng anu Pak, Fara kan masih SMP, sebaiknya jangan dibiasakan dulu disetubuhi sama orang lain. Mungkin nanti kalo sudah SMA, ketika Fara sudah bisa menentukan pilihan nya,” ucap suamiku, tubuhnya terduduk diatas karpet, membuat vagina Fara yang basah dialiri oleh sperma ayahnya menjadi tontonan Pak Wawan.
“Saya bisa menjamin nilai-nilai Fara akan bagus dan dia tidak harus belajar,” bujuk Pak Wawan tak mau menyerah. Dan itu benar-benar membuatku tertawa. Terbukti tubuh indah dan kecantikan putriku bukan hanya berhasil memikat teman-teman sekelasnya, tapi juga gurunya yang notabene adalah pendidik yang harus menjaga moralnya.
“Pak Wawan, udah dengar sendiri kan ucapan suami saya, bapak bisa menunggu sampai Fara lulus sekolah, nanti ketika acara perpisahan SMP, bapak entotin aja Fara nya di ruang kepala sekolah bareng guru-guru yang lain, hihihi” ucap ku cekikikan yang tak lain bertujuan menggoda suamiku yang langsung melotot galak ke arahku.
Tapi berbeda dengan suamiku yang marah, Fara justru tertawa kecentilan, “Yey… Berarti setelah acara perpisahan sekolah, Fara boleh ngentot sama Pak Tommy yang ganteng itu, Ma?” tanya Fara bersemangat.
“Iya sayang…” jawabku tersenyum. Suamiku langsung menepok jidatnya, sementara aku semakin tak mampu menahan tawa mendengar celoteh polos putriku.
“Ayo Pak, lanjutin yuk…” ajakku pada Pak Wawan. “Sayang… burungnya Pak Wawan boleh nggak pipis di memeknya mama?” tanyaku pada Fara yang langsung dijawabnya dengan anggukan dan senyum imutnya.
“Tapi Maa…” protes suamiku.
“Tenang aja Pa… mama nggak lagi subur kok, Papa gak boleh egois lho…” ingatku pada Mas Alan, aku membalik tubuhku menjadi telentang, seolah bersiap untuk persetubuhan yang sesungguhnya.
“Ooowwhhhh…. Ssshhh… aawhhh… pelan-pelaaaan Paaak…” erangku yang sudah menebak akan serangan tiba-tiba Pak Wawan yang langsung mengayuh tubuhku dengan kecepatan penuh. Seenaknya menggenjot memekku sekencang-kencangnya di depan suamiku.
Masih dapat kudengar celoteh Fara yang menanyakan arti dari kata egois kepada suamiku, namun tak mendapatkan jawaban karena suamiku sedang tertegun menyaksikan bagaimana pinggul istrinya ikut bergerak liar meladeni setiap tusukan kontol panjang Pak Wawan. Pandangannya yang penuh cemburu justru membuatku semakin bersemangat dan semakin membuka selangkanganku. “Oooowwhh… Papaaa… nikmat banget Paaaa…” erangku sambil menatap wajah cemburu suamiku.
“Ma, Mama terakhir haid seminggu yang lalu kan? Berarti Mama sedang suburkan?” tanya suamiku panik yang ternyata masih mencoba mengingat masa menstruasiku, tapi bibirku yang tengah dilahap dengan ganas oleh Pak Wawan tak bisa menjawab. Justru tanganku merengkuh dan meremas pantat kekar lelaki yang tengah menyetubuhiku.
“Bu Rinaaa… saya ngecrot dimana Bu? Aaahh… aah… aah…” tanya Pak Wawan yang mulai panik bersiap menerima orgasme. Aku tak menjawab, sambil tersenyum nakal kepada suamiku aku meremas pantat Pak Wawan semakin keras. Dan itu cukup menjadi jawaban bagi lelaki yang sedang mengayuh tubuhku penuh birahi.
Ooohh… Gilaaa… ini sungguh gilaaa… aku mendapatkan orgasme ku yang paling gila seiring semburan panas sperma lelaki lain, di bawah tatapan cemburu suamiku yang mengira aku dalam masa subur.
“OOOOWWHH… maaf paaahh… mamaaahh lupaaa kalo sedaaaang SUBUUUURRR… mama bisa haMIIILLLLL” teriakku di antara badai orgasme, tapi justru membuat Pak Wawan menusukkan batangnya semakin dalam seperti ingin menghamiliku. Jelas saja suamiku langsung blingsatan, tapi tak mampu untuk mencegah.
"Aahhh… kasian Mas Alan…" gumamku di sela orgasme, karena terlalu asik dengan tubuh Fara, suamiku sampai tidak memperhatikan jika aku masih rutin meminum pil pencegah kehamilan, dan yang semakin membuatku ingin tertawa adalah ingatannya yang begitu lemah tentang masa menstruasiku. Tapi biarlah dia berfikir begitu, ini hukuman karena sudah menginzinkan tubuhku dinikmati lelaki lain, pikirku.
“Makasih Bu… Pak Alan makasih ya…” ucap Pak Wawan cengengesan.
“Iya Pak… makasih juga sudah mengajari kami…” balasku.
Setelah persetubuhan panas itu, kami semua segera berbenah. Fara langsung tertidur karena kecapean. Pak Wawan juga bersiap untuk pulang dengan hati riang. Hanya suamiku yang tampaknya masih saja berat kepalanya karena memikirkan apa yang terjadi barusan, hihihi… rasain. Ya… setidaknya sampai saat ini tubuh putriku masih milik ayahnya seorang. Tapi sepertinya hanya tinggal menunggu waktu sampai ada pria beruntung yang bisa merasakan nikmatnya bersetubuh dengan putri cantikku ini. Siapakah??
* * *
Extra story: Fara dan gurunya - End
0 komentar:
Posting Komentar