Rabu, 17 Mei 2017

Mama Tiriku Budak Seks


Lebih dari 20 tahun yang lalu mamaku meninggal saat melahirkanku.Boris. Lima tahun berikutnya ayahku menikah kemabali dengan seseorang yang lebih muda 10 tahun dari nya. Kala itu ayahku masih berumur 27 tahun. Dan aku anak tunggal. Kini tumbuh jadi pria dewasa bertubuh bertubuh agak gemuk dengan tinggi 173 cm. bentuk tubuhku yang tak bagus itu terselamatkan dengan wajah maskulin dengan berewok tipis di wajah. Setidaknya tak kelihatan cupu. Begitu juga mamaku. Sintia. Di umurnya yang 37 tahun, tubuhnya makin kencang saja. Pinggulnya kecil, bokongnya besar yang sering dibalut rok kerja pendek hitam, dan teteknya ranum berukuran kira kira 36C dengan bh hitam busa yang selalu menerawang dibalik kemeja kerja sempit yang dipakainya. Ayahku dan Mamaku semuanya bekerja. Namun dua tahum belakangan ayahku mengalami penurunan gaji karna sudah tua dan tak kunjung naik jabatan. Tapi pekerjaan mamaku menyelamatkan gaya hidup kami yang terlihat seperti orang kaya. Belanja tiap bulan di mall besar, membeli barang - barang mahal, dan bahkan jalan - jalan ke luar negeri. Semua dari gaji mamaku. Aku heran darimana semua itu ia dapat. Tapi kurasa wajar saja seorang wanita kantoran bagian sekretaris mendapat gaji yang sebegitu besar.

Sementara aku menjalani hari ku dengan kuliah, menghabiskan orang tua ku. Mereka tak bolehkan ku bekerja hingga aku dapat gelar S2 nantinya. Yang kuhitung - hitung sekitar 4 tahun dari sekarang. Belajar benar - benar membuatku muak. Aku pecandu film porno yang akut. Dengan uangku yang melimpah, aku terkadang menyewa pelacur. Ku bawa ke rumah besarku kala orang tua ku tak di rumah. Rasanya tak semenarik onani. Mereka terlalu cepat puas. Padahal aku belum apa - apa. Payah. Genre paling kusuka dalam film porno adalah, Incest. Itu mungkin menjijikan jika benar dilakukan. Tapi jika mempunyai seorang mama yang seksi. Hal menjijikan itu hilang sudah. Mamaku adalah objek onani paling kusukai. Aku berfantasi dengan aroma celana dalamnya dari bak cucian, ber onani sembari mengintip ayahku menyetubuhi mama. Ya, dia mama tiriku, kurasa sah saja. Kan kami tak punya hubungan darah.

Mamaku begitu denganku, kami selalu bercerita mengenai apapun. Bahkan seringkali mama meminta pendapat mengenai lingerie yang baru ia beli. Dan itu membuatku tegang, ia tau itu, dan selalu meledekku. Ingin ku setubuhi rasanya ketika ia bercanda begitu. Tapi aku tak berani. Bisa - bisa di pecat jadi anak.

Malam itu,
"Boris, gimana penampilan mama ?"
Ia melengak lenggok seperti peragawati dari pintu kamarku dengan dres merah berbelaham dada renda yang kerahnya berenda. Wajahnya dipoles make up halus dengan lipstik merah tebal. Aroma parfumnya wangi. Manis. Membuatku penisku tegang.

"Mau kemana Mah ?"

"Mama di ajak dinner sama bos ?" Pengakuan yang mengagetkanku. apa mamaku mau selingkuh.

"Hah ? Maksudnya mah"

"Iyaa.. mama mau dinner sama bos mama. Udah cantik belum ?"

"Papa tau ini ? Ma..ma selingk..uh? " aku ragu menanyakannya. Posisiku sudah beranjak dari meja belajar ke samping mamaku yang duduk di pinggiran kasur

"Hush.. mama gak selingkuh. Cuma dinner aja, dan papamu tau kok"

Gila pikirku. "Papa tau dan dia gak ngelarang"

"Huuh, mama punya alasan melakukan ini sayang.."

"Alasan apa ?" Potongku

"Kamu tau barang - barang mu, uang jajanmu, hobi travellingmu. Kamu kira uang dari mana buat semua itu? Papamu ? Atau mama ? Enggak sayang..."

"Maksud mama..."

"Iyaa, dari uang ekstra bos mama"
Membuat ku tertegun sejenak. Skenario gila apa lagi ini. "Lagi pula ada alesan lain sih..." lanjut mama

"Hah ? Ada lagi"

"Kamu tau kan papa mu udah tua. Dia udah gak punya tenaga lagi. Dan bos mama punya apa yang mama pengen"

"Apa maksud mama ?"

"Seks, sayang" menatapku mengharap persetujuan. Membuat lama ku terdiam.

Aku menatap matanya. Saling bertatapan membuat nafsuku naik. Apalagi kami duduk bersebelahan. Parfumnya menggodaku, juga bibir merah meronanya. Tak tertahanka lagi. Ku lumat bibirnya. Ia meronta, mendorongku.

Mama Tiriku Budak Seks Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Evy Fredella

0 komentar:

Posting Komentar