Selasa, 18 Oktober 2016
Maafkan Mama - Bab Baru
Pagi-pagi sudah suntuk begini, padahal biasanya kalau jam istirahat begini aku paling bersemangat, bersantai sambil menikmati bakso Mang Ujang. Tapi... ah sudalah, mungkin ini hanya perasaanku saja.
Kemarin sore, aku diminta Bunda untuk beli martabak telor, sialnya ternyata warung yang menjual martabak telor hanya ada dipasar, terpaksa aku berjalan cukup jauh hanya untuk sekedar membeli sebungkus martabak telor, belom lagi tempatnya yang rame pengunjung, terpaksa aku ngikut antri lebih dari satu jam.
Sepulang dari pasar rumah tanpa sepi, kedua sahabatku sudah tak ada dirumah, iseng aku menghampiri Umi yang ternyata sedang tidur dikamarnya, tapi yang membuatku kaget Umi dalam keadaan setenga telanjang.
Ya... aku tau dan aku sering melihat Umi tertidur dalam keadaan seperti itu, tapi entah kenapa kemarin tampak ada yang beda dari Umi.
Tidak... aku percaya Umi, bahkan sangat mempercayainya, Umi tidak mungkin berbuat sejauh itu bersama kedua sahabatku, Umi adalah wanita baik-baik dia bukan wanita binal.
"Woi... bengong aja lu Man ? Lagi mikirin apa ?" Lagi-lagi mereka berdua yang datang.
"Pasti lagi mikirin Tante Lidya ya ?" Tebak Bambang.
"Sembarangan, jangan asal ngebacot loh Bang. Emang gue udah gila apa punya pikiran mesum sama Ibu kandung gue sendiri."
"Na... siapa yang bilang gitu." Mati aku salah ngomong.
"Jadi, loh serius Man, terangsang sama Ibu kandung eloh sendiri ?" Tanya Rudi dengan intonasi suara yang cukup pelan, sehingga aku tidak perlu merasa takut atau khawatir kalau nanti suara kami terdengar oleh orang-orang disekitar kami.
"Kalau gue jadi eloh, mungkin gue juga akan meresakan hal yang sama seperti yang eloh rasakan saat ini."
"Ma... maksudnya ?" Tanyaku.
"Gak usah munafik Dam, Ibu loh cantik, seksi lagi... kalau gue jadi anaknya, mungkin gue akan sering ngintipin dia, gue balalan jadikan dia bahan coli gue, tapi sayang Ibu gue gak secantik nyokap eloh." Jelas Rudi sambil menerawang matanya melihat kearah langit-langit kantin seolah ia sedang berfikir keras.
Benar juga apa yang dikatakan Rudi, Umi memang sangat cantik, aku sendiri sering pangling kalau melihatnya, apa lagi kalau ia menganakan pakaian seksi, pasti si junior langsung memberontak. Tapi untuk sejauh ini, aku tidak punya pikiran seperti Rudi untuk sengaja ngintipin Ibu kandungku sendiri, apa lagi sampai menjadikannya bahan coliku.
"Parah loh... !"
"Hahaha... Habis Umi loh nakal si Dam." Ledek Rudi sambil menjitak kepalaku. Sial, rasanya sangat sakit, bukan hanya dikepalaku tapi juga didadaku.
"Udah ah, jangan diledikin terus, yuk kita kebelakang." Ajak Bambang sambil menarik tangan Rudi.
"Mau kemana ?"
"Biasa ngerokok, mau ikut ?"
"Ya banci loh ajakin, mana mau dia hahaha... " Ni anak kayaknya memang harus dikasih pelajaran. Untung badannya gede, kalau gak uda gue ajakin berantem ni anak.
Tak lama akhirnya mereka menghilang dari pandanganku, tapi perkataan Rudi barusan, tidak ikut menghilang bersama mereka. Ucapan Rudi terngiang-ngiang dikepalaku. Umi memang sangat menggairahkan, bentuk tubuhnya sangat profesional, ukuran dadannya juga besar, jadi ingat payudarahnya duo srigala.
Tapi apa benar Umi senakal itu ? Haha... ini gila, tidak mungkin, Umi bukan tipe wanita seperti itu.
^_^
Hari ini akhirnya aku bisa tersenyum, setelah selama berada di sekolah aku dilanda rasa suntuk. Aku pulang sendiri tanpa ditemani mereka berdua, setidaknya aku tidak perlu merasa khawatir kalau nanti mereka kembali menggoda Umi.
Sesampainya dirumah, kulihat sepatu Kak Aziza sudah nangkring lebih dulu didepan rumah, padahal biasanya ia suka pulang sore.
"Udah pulang Dek ?"
"Iya dong, biasanya juga pulang jam segini kok, emang Kakak doyan keluyuran." Jawabku ngasal, lalu tanpa permisi aku mengusir Kakak agar menggeser duduknya.
"Apaan sih Dek, gangguin orang lagi nyantai aja." Sewot Kak Aziza sambil menoyor kepalaku.
"Sakit tau gak."
"Siapa suruh gangguin orang." Jawab Kak Aziza, lalu dia beranjak dari sofa dan tiduran di depan televisi.
"Umi mana Kak ?"
"Ada tuh dikamarnya, lagi tidur."
Segera kualihkan pandanganku kearah kamar Umi, ternyata benar yang dikatakan Kak Aziza, aku lihat Umi sedang tiduran didalam kamarnya sambil memeluk bantal guling. Lagi-lagi Umi tidur hanya mengenakan daster, membuat kedua paha mulusnya terekpose.
Tak sadar sang junior kecil mulai berdiri, memberontak sekuat tenaga. Astaga... apa benar yang Rudi katakan tadi pagi ? Sepertinya aku memang sudah gila, terangsang melihat Ibu kandungku sendiri.
Perlahan mataku bergerak menelusuri kaki Umi, hingga kepantatnya yang dibalut celana dalam berwarna pink, di bagian sisinya dikelilingi renda-renda kecil yang semakin mempercantik celana dalam yang dikenakan Umi, belum lagi belahan pantatnya yang ngejiblak di balik celana dalamnya. Tentu saja pemandangan tersebut sangat memanjakan mataku.
Maafkan anakmu ini Umi, tapi untuk kali ini saja biarkan aku menikmati keindahan lekuk tubuhmu.
Sesekali aku memperhatikan Kak Aziza, tentu saja untuk memastikan aksiku tidak tertangkap olehnya. Tapi sepertinya kondisi aman, karena Kak Aziza tampak begitu fokus menonton televisi.
Aku sedikit terkejut saat tiba-tiba tubuh Umi bergerak, beruba terlentang, kupikir Umi akan segera bangun, tapi ternyata ia hanya sekedar mengigau, setelah memastikan kalau ia sedang tertidur lelap, aku kembali fokus menikmati keindahan pemandangan yang ia suguhi.
Di posisinya sekarang, aku dapat melihat gundukan kecil yang cukup tebal, belahan vaginanya yang berbentuk segaris menerawang dari balik celana dalamnya.
Sial, celanaku sekarang terasa sesak, terpaksa aku harus mengganti posisi burungku dengan gerakan cepat agar tidak ketahuan Kak Aziza, bisa gawat kalau dia sampai tau kalau aku sedang mencuri pandang kearah Umi yang sedang tertidur.
Cukup lama aku menikmati pemandangan yang diberikan secara gratis oleh Umi, hingga akhirnya aku sudah benar-benar tidak tahan lagi.
"Kak, Adek kekamar dulu ya." Kataku lalu segera beranjak dari sofa.
Sesampainya didalam kamarku, aku berbaring di atas kasurku, segera kubuka celanaku, membebaskan juniorku dari sarangnya yang sedari tadi membelengguh dirinya.
Perlahan dengan mata terpejam tanganku bergerak naik turun mengocok penisku dengan irama perlahan sambil membayangkan Umi. Maaf ya Umi, aku sudah tidak tahan lagi, Umi memang terlalu sempurna.
^_^
Aku terbangun saat jam dinding menunjukan pukul 7 malam, sepertinya aku tertidur setelah masturbasi.
Selesai mandi, aku bergabung bersama Umi dan Kak Aziza yang sedang duduk disofa sambil menonton sinetron disalah satu tv swasta. Aku memutuskan untuk tiduran dikarpet.
Jujur aku tidak begitu tertarik dengan apa yang ditampilkan saat ini dilayar televisi, tapi yang membuatku tertarik adalah penampilan Kak Aziza dan Umi, mereka berdua malam ini kompak mengenakan tanktop dan rok mini, tentu posisiku saat ini sangat menguntungkan bagiku, cukup dengan menoleh sedikit maka aku dapat melihat paha mulus Kak Aziza dan Umi.
Umi duduk dengan kedua kaki menyentuh lantai, tapi posisi kedua kakinya terbuka, walaupun tidak begitu lebar tapi itu sudah cukup bagiku untuk dapat mengetahui warna celana dalam Umi.
Kulihat celana dalam Umi yang berwarna hitam mengintip malu-malu diantara kedua pahanya.
Sementara Kak Aziza duduk sambil memeluk lututnya, membiarkan bagian bawahnya terbuka sangat lebar. Aku yang awalnya sama sekali tidak tertarik dengan Kak Aziza, mendadak sangat terangsang ketika melihat selangkangan Kak Aziza yang dibalut kain segitiga berwarna cream.
"Kamu sudah ngerjain pr belum Dam ?" Tanya Umi, nyaris saja aku ketahuan kalau sedang ngintipin mereka berdua, tapi untunglah aku dengan cepat mengalikan pandanganku kearah yang lain.
"Sudah kok Mi." Kataku berbohong.
"Kapan ? Bukannya tadi sore kamu tidur."
"Aku ngerjain prnya sebelum tidur kok." Jawabku singkat. Jujur aku masih deg-degkan takut ketahuan Umi.
"Kalau orang tua ngomong, matanya jangan kemana-mana, sini lihat Umi." Omel Umi yang tidak suka dengan caraku yang mengabaikannya.
Dengan pura-pura malas aku menoleh kearahnya, padahal sebenarnya aku sangat senang sekali, itu artinya Umi belum menyadari aksi nakalku barusan, belum lagi dengan begini tanpa perlu bersusah paya, aku sudah bisa menikmati selangkangan mereka berdua. Otomatis sang junior kembali memberontak hebat. Untuk menutupi sang junior, aku memeluk erat bantal gulingku, sehingga ia terjepit, menimbulkan sensasi nikmat.
Entah disangaja atau tidak, rok yang dikenakan Umi tersingkap semakin lebar, apa lagi posisi kakinya yang semakin mengangkang, membuat celana dalamnya terlihat semakin jelas.
Nafasku mulai memberu, bahkan hanya untuk sekedar menelan air liur saja aku kesulitan.
"Beneran prnya sudah selesai, Umi tau loh, kalau kamu lagi berbohong."
"Su... sudah kok Umi."
"Yakin ?" Katanya mengintimidasiku. Aku tau Umi paling tidak suka kalau aku berbohong.
"Eehmm, bentar lagi ya Umi, tanggung ni."
"Umi paling gak suka di bohongi, sekarang kerjain pr kamu didalam kamar Umi aja, biar nanti Umi periksa hasilnya." Perintah Umi, tentu perintah Umi tak bisa di ganggu gugat.
Tanpa disuruh dua kali, aku terpaksa kembali kekamarku, padahal posisiku tadi sudah sangat menguntungkan bagiku, tapi mau dikata apa, perintah Umi tidak bisa diganggu gugat. Aku segera mengambil bukuku, lalu sesusai dengan perintah Umi, aku mengerjakan tugasku dikamarnya.
Biologi, bukanlah mata pelajaran yang kusukai, bahkan aku sangat membencinya. Kami diminta Pak Robbi untuk menjelaskan tentang reproduksi manusia, sesuai dengan yang sudah kami pahami.
Saat aku mulai menulis prku, Umi menyusulku kekamarnya, lalu berdiri disampingku sambil memperhatikanku yang sedang mengerjakan pr. Entah kenapa aku jadi deg-degkan, ada suatu perasaan tegang yang menyelimutiku.
"Ehmmm, penjelasan kamu kurang tepat."
"Jadi harus gimana Umi ? Aku gak paham soal ginian."
"Ya sudah, biar Umi bantu kamu ya." Katanya sembari mengucek-ngucek rambutku.
Posisinya yang sedikit membungkuk membuatku leluasa memandangi payudarahnya. Bahkan sekilas aku dapat melihat puttingnya, sepertinya keberuntunganku malam ini belum berakhir.
"Reproduksi manusia terjadi karena secara seksual, ketika sperma pria menyatu dengan sel telur milik perempuan. Sistem reproduksi manusia di bedakan menjadi alat reproduksi, pria dan wanita."
"Alat reproduksi punya laki-laki biasa disebut dengan penis, penis terbagi menjadi dua bagian, batang penis dan kepala penis. Penis sebagai alat untuk memproduksi sperma, dan sperma itulah nantinya yang akan melahirkan anak manusia." Jelas Umi, tapi aku tak begitu memperhatikannya, karena fokusku hanya kearah payudarahnya yang terbuka.
"Sementara punya wanita biasa di sebut vagina, kegunaannya untuk menampung penis pria, dan menerima sperma pria lalu menyalurkannya kerahim, ke sel telur hingga terjadinya pembuahan."
"Ooo begitu ya Umi, caranya gimana Umi, kok bisa menyatu ?" Tanyaku polos, entah apa yang ada di pikiran Umi, tiba-tiba ia tertawa dan kembali mengucek-ngucek rambutku, sepertinya dia sangat suka sekali merusak tatanan rambutku.
"Itu bisa terjadi, kalau ada seorang pria dan wanita sudah menikah, karena kalau sudah menika mereka sudah boleh melakukan hubungan intim." Jelas Umi.
Aku menggeser tempat dudukku, menghadap kearahnya. Mumpung Umi lagi sibuk menjelaskan pertanyaaku, jadi aku tidak perlu merasa khawatir kalau sedang memperhatikan payudarahnya.
"Hubungan intim itu kayak gimana sih Umi ?"
"Duh kamu ini, kok nanyanya sampe sejauh itu." Jawab Umi, tanpanya ia mulai kesal.
Kemudian Umi memilih tiduran dikasurnya, tak mau ketinggalan aku berjongkok disampingnya, lalu dengan gerakan reflek aku memijit betisnya tanpa diminta olehnya. Tentu saja hal itu kulakukan untuk mengalihkan perhatiannya agar aku bisa mengintip celana dalamnya.
"Ya, namanya juga gak ngerti Umi."
"Gak ngerti apa gak tau ?"
"Emang bedanya apa sih Umi ?"
"Hihihi, kamu ini lucu deh, ya udah Umi jelaskan tapi mijitnya yang bener ya." Pintanya, tentu dengan senang hati aku menyetujuinya.
Kembali aku fokus memijiti betisnya, tanganku bergerak menuju lututnya, dan berhenti dibagian pahanya. Paha Umi rasanya begitu empuk, kenyal-kenyal gimana gitu. Membuatku semakin bersemangat memijit kakinya sambil mendengar penjelasan Umi tentang hubungan intim antara seorang pria dan wanita.
"Hubungan intim itu, biasa juga di sebut bersetubuh, atau kasarnya suka disebut ngentot. Kamu ngertikan ngentot ? hihi... " Aku mengangguk mengiyakan. "Tuh paham... "
"Emang kalau mau gituan harus suami istri dulu ya Umi."
"Gituan gimana ? Umi gak ngerti."
"Ya gitu, ngentot maksudnya." Jelasku lebih vulgar.
"Na gitu dong, ngomong gitu aja kok susah banget sih. Kalau sama Umi gak usah malu gitu sayang, malahan Umi lebih suka denger kamu ngomong seperti itu dari pada sok jaim kayak tadi." Ujar Umi, lalu tiba-tiba kaki kirinya melakukan sebuah gerakan, sehingga membuat roknya tersingkap cukup banyak.
Mendadak aku kembali merasakan sesak nafas, tubuhku terasa menggigil, burungku yang tadi sempat melemas kini kembali ireksi dengan sempurna.
"Sebagusnya begitu, habis nikah baru boleh ngentot, tapi zaman sekarang ini asal sudah mimpi basah, sudah di bisa ngentot kok. Kamu sendiri udah mimpi belom ?"
"Eh... susudah kok Umi." Jawabku gelagaban, jujur aku paling risih kalau ditanya beginian.
"Oh ya... kamu mimpiin siapa ?" Tanya Umi tanpa begitu antusias.
Sejenak aku terdiam, bingung antara mau jujur atau berbohong. Karena mimpi basah pertamaku adalah dengan Umi sendiri, aku takut kalau jujur Umi akan sangat marah, tapi kalau aku berbohong, rasanya ada yang kurang.
"Tapi Umi jangan marah ya ?"
"Umi tau kok, kamu pasti mimpiin Umikan ? Ayoo jujur sama Umi." Tebaknya sambil mentoel hidungku.
"Kok Umi tau ?" Ujarku bingung, bagaimana dia bisa tau kalau aku perna memimpikan ia. Atau jangan-jangan Umi juga tau kalau akhir-akhir ini aku sering memperhatikannya.
"Tau dong, kamu itu anak Umi, jadi Umi sangat paham tentang perubuhan sikap kamu, cara memandang kamu ke Umi, cara bicara kamu ke Umi, semuanya Umi tau kok. Bahkan Umi juga tau kalau tadi kamu ngintipin roknnya Umi sama Kakak kamu." Mungkin saat ini wajahku sudah seperti kepiting rebus sanking malunya. Bagaimana mungkin Umi bisa tau semunya.
Sumpah aku kaget setengah mati, ternyata selama ini Umi tau kalau akhir-akhir ini aku sering.mencuri pandang kearahnya, parahnya lagi tadi saat aku mengintip mereka, Umi juga menyadarinya. Tapi... kenapa Umi gak marah ya ? Setidaknya dia menegurku, atau menyinggungku, tapi ini.dia hanya diam bahkan membiarkanku mengintip mereka.
Apa Umi juga suka aku intipin ? Atau... duh kacau.
"Kenapa ? Malu... !"
"Ee, maaf Umi." Jawabku.
"Sudah seharusnya kamu minta maaf ke Umi, karna selama ini kamu gak jujur, tapi kamu gak usah khawatir Umi sama sekali gak marah kok." Lalu tiba-tiba Umi menarik roknya hingga benar-benar tersingkap, memperlihatkan sepasang kaki jenjangnya dan juga selangkangannya. "Tapi kamu harus tetap dihukum untuk menebus kesalahan kamu." Gleeek..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar